Bank Mandiri dan BNI pede (percaya diri) rasio kredit bermasalah alias Non Performing Loan (NPL) menurun tahun ini. Sebab, kondisi perekonomian 2021 diproyeksi lebih baik dari tahun lalu.
Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede berpendapat, ancaman rasio gagal bayar sebenarnya masih bisa diminimalisir jika risiko kredit dikelola dengan baik. Karena itu dia memperkirakan, dalam kondisi seperti sekarang, NPL bakalan bergerak di kisaran 3,1-3,3 persen.
“Walau perbankan alami tekanan besar akibat Covid-19, tapi indikator perbankan masih menunjukkan kondisi aman, relatif aman,” kata Josua kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Josua berharap, program vaksinasi berjalan sukses. Sehingga, bisa menciptakan herd immunity (kekebalan kelompok) secara bertahap. Yang dampaknya, bisa menjadi pendorong ekonomi, sekaligus berdampak pada kualitas kredit.
Kemarin, dalam rapat kerja Komisi XI DPR bersama anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), tingginya NPL menjadi sorotan. Sejumlah anggota dewan meminta Bank Mandiri dan BNI sekuat tenaga menjaga rasio NPL.
Anggota Komisi XI DPR, Melchias Marcus Mekeng mewanti-wanti, meski restrukturisasi kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diperpanjang hingga Maret 2022, namun bisa saja program itu mendadak dihentikan. Hal ini mengingat permintaan nasabah untuk direstrukturisasi menurun signifikan tahun ini.
“Jangan sampai kita semua kaget, tiba-tiba dua bank (Bank Mandiri dan BNI) ini NPL-nya melonjak saat restrukturisasi dihapus. Karena banyak juga industri, meskipun sudah diberikan restrukturisasi, tidak serta merta operasional jalan dengan baik akibat demand yang tidak naik,” warning-nya.
Atas dasar itu, pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini meminta, Bank Mandiri dan BNI terbuka soal debitor yang menunggak pembayaran kredit. Ia juga ingin tahu berapa persen kontribusi para debitor macet itu terhadap NPL perusahaan.
Menurut Melchias, debitor yang sudah menunggak tahunan membutuhkan tindakan khusus. Jangan diikutsertakan dalam program restrukturisasi.
Menjawab ini, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengungkapkan, ada tiga debitor yang menjadi biang kerok naiknya NPL perseroan. Namun Darmawan belum mau menyebutkannya siapa saja debitor itu.
Mantan Direktur Keuangan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk ini mengakui, rasio NPL Bank Mandiri bisa lebih baik jika mengeluarkan tiga debitor tersebut.
Ia siap, membuka nama-nama nasabah tersebut secara detail kepada Komisi XI DPR dalam rapat tertutup. “Kalau tiga ini keluar, saya rasa kami lebih baik (NPL),” ucap Darmawan.
Dia menyebutkan, sampai kini ada 9 persen dari debitor dalam program restrukturisasi yang masuk dalam kategori risiko tinggi (high risk).
Dalam mengantisipasi debitor high risk tersebut, Bank Mandiri telah mempersiapkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar 65 persen. Nantinya, perseroan bakal menambah cadangan sebesar 35 persen untuk memenuhi total cadangan bagi debitor high risk tersebut.
Sementara, sebanyak 65 persen dari debitor restrukturisasi tidak memperpanjang pinjamannya. Itu menandakan jika bisnis mereka mulai berjalan. Sedangkan, 25 persen debitor memilih untuk memperpanjang pelonggaran tersebut hingga Maret 2022 nanti, sesuai ketentuan OJK.
Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menyambut positif Bank Mandiri ingin buka-bukaan data debitor.
“Bisa nanti kami atur rapat tertutup dengan bank terkait debitor yang sudah lama bermasalah, sehingga berkontribusi pada NPL,” terangnya.
Untuk diketahui, sepanjang 2020, rasio NPL gross Bank Mandiri bertambah 0,76 persen. Dari 2,33 persen di 2019 menjadi 3,09 persen di 2020. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), batas maksimum NPL secara netto tak lebih dari 5 persen dari total kredit.
Senada, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menargetkan NPL tahun ini setidaknya akan diupayakan terjaga pada kisaran 3,7 persen. Atau lebih rendah dibandingkan posisi di 2020, yang sebesar 4,3 persen. Sementara NPL pada 2019 hanya 2,3 persen.
“Kami optimistis NPL rasio akan membaik seiring dengan perbaikan ekonomi nasional,” yakin Royke. [DWI]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID