Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung pemerintah memberikan perlindungan menyeluruh terhadap kawasan esensial Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Menurut Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayat, momentum dikabulkannya gugatan Walhi atas penyelamatan kawasan Meratus bisa menjadi langkah awal pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melakukan upaya perlindungan menyeluruh kawasan esensial, khususnya kawasan pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT Mantimin Coal Mining yang ingin menambang batu bara di kawasan Meratus, terhadap gugatan Walhi.
Menurut Nur, keputusan itu merupakan langkah awal yang baik. Namun ancaman di wilayah tersebut masih sangat besar. Karena masih banyak perizinan di Kalimantan Selatan yang berimbas pada kerusakan lingkungan dan ancaman dari beberapa kebijakan yang ada.
Dalam kesempatan ini, lanjut Nur, pihaknya berharap, DPRD maupun Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah bisa menindaklanjuti keputusan ini dengan kebijakan yang bisa memberikan perlindungan bagi kawasan Meratus, sebagai kawasan esensial sumber air bagi masyarakat. “Kalau ini dirusak, dalam jangka waktu lama bisa memberikan dampak bencana,” tegasnya, dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (14/2/2021).
Walhi, ujar Nur lagi, akan terus mendukung pemerintahan yang peduli kesejahteraan rakyat dan lingkungan. Dia menuturkan, Kalimantan Selatan saat ini masih berada di tengah situasi pascabencana dan melakukan upaya pemulihan kembali seperti semula.
Namun di tengah kondisi itu, Nur menuturkan, warga Kalimantan Selatan menghadapi ancaman terkait masih banyaknya izin-izin ekploitasi, baik perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri (HTI), hingga pertambangan, yang sebenarnya menjadi bom waktu bagi warga setempat.
Dia pun mendukung berbagai upaya melindungi kawasan-kawasan esensial di Kalimantan Selatan. Juga, menghindari berbagai potensi kerusakan lebih lanjut bagi wilayah yang selama ini yang sebenarnya memiliki kerentanan akibat eksploitasi. “Dilakukan pihak-pihak tertentu, berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Yang bisa menimbulkan potensi dampak kerusakan lingkungan di masa mendatang,” ingatnya. [RSM]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID