Vaksinasi Covid Dilakukan Secara Humanis Rakyat Maunya Bantuan, Bukan Dikasih Ancaman –

Pemerintah ingin program vaksinasi benar-benar sukses agar pandemi Corona ini bisa segera berakhir. Agar target itu tercapai, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang berisi ancaman bagi warga yang menolak disuntik vaksin. Namun, ancaman ini banyak dikritik.

Ancaman sanksi bagi penolak vaksin tertuang dalam Perpres Nomor 14 tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Covid-19. Dalam Pasal 13A ayat 4 Perpres itu disebutkan, orang-orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin tapi menolak divaksin bisa kena 3 macam sanksi. Mulai dari penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, sampai denda.

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menyatakan, meski ada Perpres itu, kesukarelaan masyarakat untuk vaksinasi akan lebih diutamakan dari sanksi administratif tersebut. Ia menekankan, Presiden Jokowi selalu menekankan pendekatan humanis, dialogis, dan persuasif dalam menangani pandemi Covid-19. “Termasuk vaksinasi,” kata Fadjroel, di kanal YouTube-nya, kemarin.

Soal sanksi, kata Fadjroel, bukan hanya tertuang di Perpres. Sebelumnya, sanksi administratif hingga pidana sudah ada dalam UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Perpres itu, lanjutnya, merupakan wujud dari kewajiban konstitusional yang harus dijalankan Jokowi. Yaitu menyelamatkan seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan prinsip ‘salus populi suprema lex esto’. “Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi,” tandasnya.

Namun, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, sanksi itu kurang tepat. Karena vaksinasi itu pada dasarnya adalah hak. “Kalau hak itu, orang boleh ambil, boleh juga nggak,” kata politisi PAN ini, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Menurut Saleh, ada banyak langkah yang bisa diambil pemerintah untuk mencapai target cakupan vaksinasi hingga 70 persen masyarakat Indonesia. Antara lain dengan cara mengedukasi masyarakat dengan benar. Ia berkeyakinan, jika diedukasi dengan baik, rakyat tak perlu dipaksa. Rakyat akan datang sendiri meminta divaksin.

Menurutnya, sanksi denda bagi yang ogah divaksin itu tidak adil. Karena ada masyarakat yang mampu membayar denda dan ada juga yang tidak. “Begitu kalau Bansosnya diputus. Akan jadi problem lagi. Bagaimana mereka yang tidak mampu menyambung hidup?” tanya dia.

Mantan Ketua DPR Marzuki Alie juga tidak setuju dengan saksi ini. Melalui akun Twitternya, @marzukialie_MA, dia mengusulkan agar Pemerintah mengubah skenario dari sanksi menjadi reward. 

“Misal, bagi yang sudah didaftar untuk divaksinasi, mereka masuk golongan penerima bansos, diberikan insentif berupa uang jalan dan uang makan. Saya yakin vaksinasi akan berhasil. Jangan sanksi,” tulisnya.

 

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang merupakan tokoh satu partai dengan Jokowi, juga enggan langsung menerapkan sanksi kepada penolak vaksin Covid-19. Menurutnya, memberikan pemahaman akan lebih baik dari pada diancam-ancam.

“Yang belum setuju bisa kita arahkan, kita tarik ke belakang saja (ditunda). Yang belum setuju mungkin butuh diedukasi, butuh tahu, butuh dikasih data, butuh yakin,” kata Ganjar di Kantor Gubernur, Semarang, kemarin.

Ahli epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman juga menyentil Perpres vaksinasi ini. Ia mengingatkan Pemerintah agar penanganan pandemi berdasarkan sains. Bukan asumsi.

“Vaksin itu harus sukarela karena hak asasinya ada di situ. Jangan pakai asumsi, kalau dipakai ancaman dan pemaksaan akan meningkat. Dalam literatur itu salah,” kata Dicky, dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

Dalam fakta sejarah, lanjutnya, Amerika Serikat pernah punya pengalaman buruk vaksinasi. Yakni ketika dihantam wabah Smallpox. “Orang tua yang tidak mau divaksin, ketika itu ditodong pistol. Yang terjadi, nggak berhasil juga,” terangnya. [SAR]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *