Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak sebaiknya digelar 2026. Artinya Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tahun itu digelar bersamaan dengan Pemilu Legislatif (Pileg) anggota DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Ini untuk penataan desain keserentakan Pemilu.
“Desain Pilkada Serentak 2026 yaitu memilih kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota serentak (bersamaan) dengan Pemilu anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota,” kata Komisioner KPU pusat, Hasyim Asy’ari dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Sedangkan Pemilu serentak nasional pada 2024 hanya digelar untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), Pemilihan anggota DPR RI, serta DPD RI. Sebab, tujuan pemilu adalah membentuk pemerintahan, relasi eksekutif dan legislatif.
Hasyim menuturkan, Pemilu serentak nasional sudah ada pola keserentakan lima tahunan dan sudah dipraktikkan pada Pemilu 2019. Regularisasi desain lima tahun berikutnya adalah penyelenggaraan Pemilu 2024. Sementara Pilkada serentak yang telah berlangsung selama ini,pada 2015, 2017, 2018, dan 2020, baru tercapai keserentakan pemungutan suara.
Tapi, ujar Hasyim, belum mampu menata keserentakan masa jabatan kepala daerah dan membentuk pemerintahan daerah. Karena Pilkada tidak berbarengan dengan pemilihan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.
“Selama Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019 belum sinkron dengan Pilkada 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012, 2013, 2015, 2017, 2018 dan 2020. Masa jabatan kepala daerah masih beragam dan tidak sinkron dengan masa jabatan anggota DPRD,” jelasnya.
Tapi, lanjut Hasyim, ada konsekuensi dari desain Pilkada serentak 2026. Pertama, kepala daerah hasil Pilkada 2017, 2018, dan 2020, masa jabatannya diperpanjang jadi lebih dari lima tahun, sampai dilantiknya kepala daerah hasil Pilkada 2026.
Kedua, perpanjangan masa jabatan juga berlaku bagi anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota hasil Pemilu 2019. Masa jabatannya tidak berhenti pada 2024, tapi diperpanjang sampai dilantiknya anggota DPRD hasil Pemilu daerah 2026.
“Desain kerentakan Pemilu daerah 2026 sebagai bentuk win-win solution, membuat happy dan nyaman banyak pihak, baik kepala daerah definitif maupun anggota DPRD, dengan perpanjangan
masa jabatan sampai dengan 2026,” tuturnya.
Hasyim berpendapat, pemerintahpun tidak perlu menyediakan pejabat sementara (Pjs) untuk durasi waktu yang panjang. Selain itu, ujarnya, desain Pemilu nasional serentak 2024 dan Pemilu daerah serentak 2026 berdasarkan sejumlah pertimbangan dari aspek tata kelola Pemilu. Biaya penyelenggaraan Pemilu alokasi terbesar sekitar 70 persen adalah honor penyelenggara.
Menurut Hasyim, pelaksanaanPemilu nasional serentak 2024 (Pilpres, Pemilihan DPR, dan DPD) dan Pemilu Daerah serentak 2026 (Pilkada Provinsi, Kabupaten, Kota dan pemilihan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota) dapat lebih efisien.
Selama ini, biaya pemilihan anggota DPRD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan Pilkada, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Padahal tujuannya, membentuk pemerintahan daerah yakni, kepala daerah dan anggota DPRD, tetapi sumber biaya pemilihannya berbeda. Mestinya, kata Hasyim, ke depan, pembiayaan Pemilu baik nasional maupun daerah berasal dari satu sumber, yaitu APBN.
Selain itu, beban kerja penyelenggara Pemilu tidak terlalu berat. Karena terjadi pembagian beban kerja dengan durasi yang memadai untuk persiapan penyelenggaraan.
“Keserentakan dalam hal ini (Pemilu nasional serentak dan Pemilu Daerah serentak) dimaksudkan adalah hari-H pencoblosan dilaksanakan pada hari yang sama,” tutupnya. [EDY]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID