“Nganggur” 2 Tahun Anies Untung Apa Buntung –

Anies Baswedan hampir pasti akan “nganggur 2 tahun” setelah jabatan Gubernur DKI Jakarta selesai pada 2022. Pasalnya, Presiden Jokowi dan partai koalisi pemerintah di DPR kompak mendukung Pilkada 2022, 2023 digelar di 2024. Apakah Anies akan untung atau buntung? Kita lihat saja nanti.

Mayoritas Partai politik di DPR menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satunya mengatur soal normalisasi Pilkada 2022 dan 2023. Hanya PKS dan Partai Demokrat yang mendukung pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan.

Sementara PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, PPP, NasDem, dan PAN menolak revisi UU tersebut. Dengan penolakan itu, jadwal pelaksanaan Pilkada akan tetap digelar 2024 sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Nah, aturan itu berdampak pada Anies Baswedan yang namanya disebut-sebut jadi capres potensial di 2024. Selama 2022 hingga 2024, Anies tak lagi punya panggung untuk menuju Pilpres.

Bagaimana kans Anies jadi capres jika “nganggur” 2 tahun? Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak 2024 tak memberikan pengaruh kepada Anies untuk menuju Pilpres. Semua orang punya potensi tetap maju di kontestasi Pilpres.

“Kalau Anies ingin maju, tetap bisa. Malah, waktu dua tahun itu bisa dimanfaatkan Anies untuk berkeliling ke daerah,” katanya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, untuk memenangi kontestasi Pilpres tidak bisa diukur dengan jabatannya. Memang, jabatan Gubernur DKI bisa memengaruhi pandangan publik terhadap elektabilitas Pilpres, tapi juga bisa membatasi geraknya di Pilpres.

“Jadi, pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu lanjut atau tidak, tidak ada pengaruhnya bagi Anies untuk maju Pilpres,” katanya.

 

Hal berbeda dikatakan Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisyah Putri Budiarti. Dia menilai, dari nama-nama kepala daerah yang memiliki potensi maju di Pilpres 2024, seperti Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowo, Anies paling dirugikan dengan penggabungan Pilkada ke 2024. Sebab, Anies memiliki tenggat waktu paling jauh dengan masa pilpres.

“Anies akan berakhir di tahun 2022 atau berselisih dua tahun dari pemilu. Apalagi, Anies tidak berpartai,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari mengamini pernyataan Aisyah. Menurutnya, jika Pilkada 2022 dan 2023 digelar 2024, Anies yang paling dirugikan. Pasalnya, Anies akan kehilangan panggung cukup lama.

Menurut Qodari, jika Pilkada DKI Jakarta tetap digelar 2022 dan Anies kembali menang, maka eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu, masih punya panggung di pemerintahan. Namun, jika Pilkada serentak digelar pada 2024, otomatis Anies akan lengser dan jabatannya diisi oleh Penjabat (Pj).

Namun, Qodari tak sepakat jika wacana menolak Pilkada serentak 2024 juga untuk memfasilitasi Ridwan Kamil, Khofifah Indar Parawansa dan Ganjar Pranowo ke panggung Pilpres 2024.

“Ketiganya tetap berpeluang ke Pilpres 2024 tanpa perlu mempercepat Pilkada serentak 2024,” tukasnya.

Anies memang tidak pernah mengatakan akan maju Pilpres 2024. Namun, nama Anies selalu masuk dalam jajaran tiga besar Capres potensial.

Berdasarkan hasil survei Lembaga survei Index Politica, Anies menempati posisi kedua setelah Ketua umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Prabowo memperoleh nilai 14,9 persen. Sementara Anies dengan nilai 7,1 persen. [OKT]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *