Sebanyak 30 alumni perguruan tinggi dan SLTA yang tergabung dalam Alumni Untuk Indonesia (AUI) menolak paham intoleran, radikal, dan terorisme berkembang di Tanah Air. Hal ini menyusul munculnya benih-benih intoleran di masyarakat.
Perwakilan AUI, Deny Fajar mencontohkan, kasus pengangkatan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya dan Organisasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjajaran (Unpad). Ini menunjukkan bahwa masih begitu kuatnya komunitas kaum terpapar yang terafiliasi pada organisasi terlarang seperti HTI dan berada diposisi penting pada dunia kampus.
“Meski yang bersangkutan telah dibatalkan pengangkatannya oleh Rektor, namun tak terdengar sanksi kepada yang bersangkutan sebagai bentuk upaya penangkalan berkembangnya kelompok anti Pancasila dan NKRI,” ujar Deny dalam keterangannya, Rabu (3/2).
Belum usai kasus tersebut, muncul kasus ketentuan mengenakan jilbab pada murid non-muslim di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, meski dikatakan tidak wajib tetapi pihak sekolah mengharuskan untuk menandatangani pernyataan menolak bagi murid beserta orangtuanya. Peraturan ini konon telah berjalan selama 15 tahun.
“Terasa naif ketika bangsa sedang sibuk berbenah untuk maju dengan membangun kebersamaan dari berbagai keberagaman sesuai dengan falsafah Pancasila, namun hal semacam ini masih saja berlangsung bagai tak tersentuh hingga kemudian menjadi viral. Patut diduga kejadian di SMKN 2 Padang, bukanlah satu-satunya,” lanjutnya.
Kasus lainnya yang baru-baru ini juga menjadi viral adalah pasar muamalah di Depok yang hanya melayani pembeli dengan mata uang Dinar dan Dirham. Hal ini jelas tindakan yang tidak nasionalis dan bertentangan dengan UU No 7 tahun 2011 Tentang Mata Uang dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan rasa keprihatinan atas kondisi tersebut, AUI mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk mengambil tindakan tegas terhadap oknum Kepala Sekolah dan seluruh pejabat terkait di SMKN 2 Padang, Sumatra Barat atas pembiaran aturan pengenaan jilbab bagi seluruh murid-muridnya tanpa mempertimbangkan agama yang dianut. Hal ini adalah wujud nyata tindakan intoleransi dan anti keberagaman.
Selain itu, AUI Mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menegakkan permendikbud 45 Tahun 2014 Tentang Seragam Sekolah yang telah secara tegas, lengkap dan bijak mengatur ketentuan seragam nasional, seragam Sekolah, seragam Sekolah untuk muslimah dan seragam pramuka. “Oleh karenanya segala bentuk peraturan yang bertentangan harus dicabut dan dibatalkan agar tidak menimbulkan perilaku sektarian dan menjadi virus intoleransi yang mengancam kehidupan berbangsa,” katanya.
AUI juga mendesak Kemendikbud dan KASN untuk mengambil tindakan tegas terhadap wakil Dekan FPIK Universitas Padjajaran yang telah dibatalkan pengangkatannya. Dengan membatalkan status Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bersangkutan, termasuk menindak oknum-oknum yang terlibat dalam proses pemilihannya dan terbukti melakukan pembiaran.
Lebih lanjut, AUI meminta Kemenpan RB dan BKN untuk segera menindaklanjuti Surat Edaran Bersama melalui tindakan screening dan counselling serta memproses hukum maupun administratif bagi ASN yang terbukti terafiliasi dan tidak ingin kembali ke falsafah ideologi negara Pancasila.
“Kami (AUI) juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan aparat hukum terkait agar menindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku terhadap para pelaku kegiatan jual beli di Indonesia yang menolak menggunakan mata uang Rupiah,” tutup Fajar.
AUI mengapresiasi dan mendukung dikeluarkannya Perpres No 7 Tahun 2021 tentang Rancangan Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE). Dalam Perpres ini mengandung keterlibatan unsur masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam upaya penanggulangan terorisme, oleh karenanya AUI sebagai bagian dari masyarakat perlu untuk bersikap.
AUI juga sangat mendukung ditandatanganinya Surat Edaran Bersama antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tentang Larangan Bagi Aparatur Negara Untuk Berafiliasi Dengan Dan/Atau Mendukung Organisasi Terlarang Dan/Atau Organisasi Kemasyarakatan Yang Dicabut Status Badan Hukumnya. [DIT]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID