Anggota MPR paling senior, Sabam Sirait, amat kagum terhadap pendiri Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Probowinoto. Menurutnya, Pemikiran-pemikiran Probowinoto selalu autentik dan berkontribusi besar bagi bangsa dan negara. Melalui Pakindo, Probowinoto juga melakukan pendidikan politik dan pelayanan kesehatan.
Hal itu disampaikan Sabam dalam Webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Heritage Nusantara Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dengan tema “Legasi Probowinoto untuk Bangsa dan Negara”, Rabu (3/1). Selain Sabam, narasumber lain dalam webinar ini adalah Rektor ke-3 UKSW Willy Toisuta; penulis buku biografi Probowinoto, Niko Kana, serta Bernard Nainggolan dan Robert Sitorus dari Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI)
Webinar dihadiri para generasi muda dan politisi muda Kristen, aktivis gereja maupun Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), para senior GMKI, serta alumni UKSW. Mereka semua ikut menggambarkan kontribusi pikiran-pikiran dan tindakan Probowinoto bagi perjalanan bangsa Indonesia.
“Sebagai pendeta, ia berani mengumpulkan beberapa tokoh Kristen untuk membentuk wadah bagi perjuangan kemerdekaan. Ia pun bergerak aktif mengorganisasi kegiatan sosial dan politik untuk Kemerdekaan Indonesia,” kata Sabam, yang juga mantan Sekjen Parkindo dan kemudian dalam Fusi menjadi sekjen pertama PDI pada tahun 1973, dan selanjutnya menjadi PDIP pada 1998.
Willy Toisuta menambahkan, di antara kontribusi Probowinoto adalah merintis dan mengembangkan teologi sosial, entrepreneurship university, pemikiran kebangsaannya yang mandiri dan unik, serta teguh pendirian.
Di masa-masa awal Kemerdekaan misalnya, Probowinoto memiliki posisi sendiri sebagai non-kooperatif-kritis. Probowinoto memegang prinsip bahwa gereja harus menjadi Indonesia. Makanya, gereja di Indonesia harus terlepas dari gereja di Belanda. Karena pengaruhnya, gereja-gereja di Jawa melepaskan diri dari gereja Belanda.
Probowinoto melakukan gebrakan dengan mendirikan Permoesyawaratan Gereja-gereja Protestan, bersama AM Tambunan. Probowinoto juga mendirikan Parkindo pada November 1945. Perjuangan Probowinoto ini tidak ringan. Setelah memenangkan negosiasi untuk dekolonialisasi gereja di konferensi Kwitang 1947, ia juga harus menghadapi forum Sidang Sinode GKN di Eindhoven, pada 1948.
Sikap Probowinoto ini konsisten ketika Dewan Gereja-gereja Indonesia/DGI (pekarang Persekutuan Gereja-gereja Indonesia/PGI) dibentuk pada 1950. Ia berdebat dengan Rumambi terkait Pasal 5 anggaran dasar yang memasukkan perwakilan zending dalam struktur. Probowinoto menang dan pasal itu dihilangkan, tetapi kemudian diatur bahwa zending bisa masuk ke Indonesia melalui kemitraan. Jadi, yang dibentuk adalah lembaga kemitraan. [USU]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID