Mahkamah Konstitusi (MK) harus memberikan hak keadilan bagi pasangan calon yang mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) yang merasa dicurangi.
Sebaliknya, MK juga jangan mengandalkan pasal kuantitatif saja seperti diatur dalam Pasal 158 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang sangat membatasi hak mereka untuk memperoleh keadilan.
“Siapa pun yang dicurangi, harus diberi hak. Pengajuan gugatannya harus diperiksa dan diuji dan dilakukan pembuktian. Bukan dibatasi dan dihentikan, hanya karena sebatas angka-angka seperti disyaratkan dalam Pasal 158 itu. MK jangan jadi ‘Mahkamah Kalkulator’,” ujar mantan Anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/2).
Politisi PBB ini mengatakan, kecurangan, apalagi kejahatan dalam setiap pesta demokrasi, tidak boleh diabaikan. Satu kecurangan/kejahatan maupun seribu kecurangan/kejahatan dalam proses pemilihan, hal itu sifatnya sangat subtansial dan bisa membuat kontestasi menjadi tidak jujur, dan tidak adil sebagaimana asas pemilihan.
“Kalau kita menginginkan pelaksanaan pemilihan jujur dan adil, tutup semua pintu kecurangan/kejahatan. Kemudian, beri sanksi tegas bagi mereka yang melakukan kecurangan atau kejahatan,sehingga akan membuat jera,” tegas Yani.
Yani yang juga dikenal sebagai inisiator Masyumi Reborn mengatakan, untuk mewujudkan pelaksanaan pemilihan jurdil, proses dari awal yakni dari proses penyusunan UU, pembahasan antara Pemerintah dan DPR yang serius, pelaksanaan UU itu sendiri, lalu pengawasannya. Ketika kontestasi berlangsung dan hasilnya dinilai ada kecurangan, di sini MK berperan.
“Jadi, MK harus menjadi pintu terakhir mencari keadilan. Maka, jangan abaikan mereka yang dicurangi. MK jangan terpaku pada ‘pasal kuantitatif’ seperti Pasal 158 UU Pilkada itu,” tegas Yani.
Seperti diketahui, ada sebanyak 136 pasangan calon Pilkada mengajukan gugatan perselisihan hasil pilkada, tetapi hanya 25 pasangan yang memenuhi syarat untuk diproses di MK.
Menurut Yani, semua yang mengajukan gugatan itu mestinya diproses, diperiksa, dan kemudian dibuktikan dalam persidangan. ”Itu hak politik mereka untuk mencari keadilan di MK,” katanya.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Margarito meminta MK mengabaikan Pasal 158 dalam menangani gugatan perselihan hasil Pilkada. Ini semua demi untuk keadilan mereka yang berkontestasi dalam Pilkada.“MK Jangan terjebat Pasal 158 itu, nanti bisa dipersepsikan mendukung kecurangan,” kata Margarito. [FIK]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID