Dugaan gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPKPD) dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinilai bisa merusak citra Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Seandainya mantan Panglima TNI itu berniat mancalonkan diri sebagai Presiden pada Pemilu 2024, dia disarankan lebih baik mendirikan partai baru ketimbang merecoki partai yang sudah ada. “Sudah kepalang basah, lebih elegan dirikan partai baru,” kata pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Firdaus Syam kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Diungkapkan, Moeldoko bisa mengikuti beberapa seniornya dari kalangan jenderal yang ingin menjadi calon presiden (capres) memilih jalan terjal dan melelahkan dengan membuat partai baru. Sebut saja, Prabowo Subianto yang mendirikan Partai Gerindra, lalu Wiranto membuat Partai Hanura, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat Partai Demokrat, Try Sutrisno mendirikan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Apalagi, kata Firdaus, bila tudingan dari petinggi Partai Demokrat yang menyebutkan Moeldoko telah menyiapkan dana tak terbatas untuk mengambil alih posisi AHY benar, secara finansial mantan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu mampu membuat partai baru.
“Partai baru ini akan membuat sosok Moeldoko teruji. Daripada masuk ke kandang partai lain, dia akan kerepotan mengurusnya. Karena pasti ada konflik yang sangat panjang,” cetusnya.
Lebih jauh, Wakil Sekretaris Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) DKI Jaya tahun 1989-2003 ini menyarankan, sebaiknya Moeldoko juga datang ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta maaf atas kegaduhan politik ini.
Moeldoko tak perlu sungkan. Apalagi, SBY saat menjabat Presiden pernah berjasa dan mengangkatnya sebagai Panglima TNI. “Akan lebih bagus jika datang ke SBY untuk berkomunikasi. Ini jiwa kenegarawanan yang elegan serta luar biasa,” ucap Firdaus.
Jangan sampai muncul kesan etika seorang mantan Panglima TNI kalah dengan seorang Mayor. Karena cara-cara sopan dan santun justru dilakukan AHY yang mengirimkan surat klarifikasi kepada Presiden Joko Widodo. “Ini fatsun politik yang bagus,” tutupnya.
Sementara Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam menilai, isu kudeta di tubuh Partai Demokrat menghidupkan popularitas dan elektabilitas Moeldoko, bahkan bisa menjadikannya kuda hitam.
Meski demikian, dalam survei nasional IPS terkait capres pada akhir tahun 2020, tingkat elektabilitas Moeldoko masih kecil dibanding Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan AHY.
Soal kesediaan maju di Pilpres 2024, Moeldoko mengaku tidak pernah berbicara soal itu. Namun, dia tidak mempermasalahkan jika nantinya diorbitkan. “Kalau urusan 2024, pernahkah saya berbicara selama ini tentang 2024? Nggak pernah. Kalau yang mengorbitkan di sana, ya Alhamdulillah. Kan gitu,” kata Moeldoko saat konferensi pers di ke diamannya, Jakarta, Rabu (3/1/). [REN]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID