“Belajarlah sampai ke negeri China”. Dan, inilah pelajaran terbarunya:
Lai Xiaomin, seorang bankir BUMN di China, dieksekusi mati 29 Januari lalu. Tuduhannya: korupsi. Tidak tanggung-tanggung, nilainya 1,8 miliar yuan (Rp3,8 triliun).
Lai Xiaomin adalah pimpinan Huarong Asset Management, perusahaan BUMN. Dia mengumpulkan sejumlah besar modal dan agresif berekspansi ke mana-mana.
Pada 17 April 2018, lai diselidiki atas dugaan “pelanggaran serius disiplin dan hukum”. Dia juga didakwa memiliki “niat jahat yang ekstrem” oleh Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin (CCDI), badan disiplin internal partai Komisi Pengawas Nasional, badan anti-korupsi tertinggi di China, semacam KPK. Banyak sekali yang mengusutnya. Lai juga dipecat dari Partai.
China Economy Weekly melaporkan, Lai Xiaomin antara lain terlibat dalam “tiga 100”, yaitu; lebih dari 100 suite, lebih dari 100 orang terkait, dan lebih dari 100 wanita simpanan.
Melalui anak perusahaan Huarong misalnya, Lai Xiaomin membangun proyek real estat 120 suite di Kota Zhuhai, Provinsi Guangdong
Menariknya, ada 100 suite yang dialokasikan untuk mantan istrinya dan banyak gundiknya. Luar biasa Pak Lai ini.
Atas perbuatannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Lai kemudian dijatuhi hukuman mati tanpa penangguhan. Langsung. Aset pribadinya disita, termasuk emas batangan, jam serta mobil mewah. Dia dieksekusi pada 29 Januari 2021.
Inilah pelajaran dari negeri China. Tegas, ringkas dan berani terhadap koruptor. Tidak peduli kalau Lai adalah pimpinan teras Partai.
Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden China Xi Jinping memang tampak lebih tegas dan keras terhadap korupsi.
Di China, lebih dari satu juta pejabat dan eksekutif perusahaan telah dihukum. Yang paling keras, hukuman mati, seperti yang ditimpakan kepada Lai.
China juga menaikkan ambang batas hukuman mati terkait korupsi menjadi Rp 6,4 miliar dari Rp 214 juta. UU itu berlaku sejak lima tahun lalu, 2016.
Kalau dilihat dari jumlah, korupsi Lai Xiaomin masih kalah dengan beberapa kasus korupsi di Indonesia yang bisa sampai puluhan triliun rupiah.
Tapi kenapa Indonesia tidak bisa (atau belum bisa) tegas terhadap korupsi? “Hebatnya” lagi, KPK seperti dilumpuhkan.
Tidak heran kalau Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merosot jauh. Indeks terbaru yang dikeluarkan Transparency International menunjukkan posisi Indonesia merosot. Bahkan di bawah Timor Leste.
Alarm bahaya yang kian nyaring ini mestinya melahirkan kebijakan tegas yang mendasar dan menyeluruh terhadap pemberantasan korupsi.
“Belajarlah sampai ke negeri China”. Tapi jangan belajar dari Lai Xiaomin.
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID