Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membeberkan perkembangan investasi Tesla Inc. Katanya, pabrikan mobil asal Negeri Paman Sam ini sudah mendekati pintu masuk Indonesia.
Bahlil mengungkapkan, tidak ada kendala serius pada investasi Tesla. Hanya masalah teknis, dan itu tidak berkaitan dengan investasi. Dalam waktu dekat pertemuan pohak Tesla dan Indonesia akan berlangsung.
“Ini kan hanya persoalan pandemi. Seharusnya mereka datang Januari atau Februari ini. Tapi karena kita belum membuka penerbangan dari luar, mereka menghargai aturan. Jadi bergeser sedikitlah waktunya,” ungkap Bahlil saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, Selasa (2/2).
Untuk diketahui, Rencana kunjungan tim Tesla ke Indonesia pada Februari 2021 kembali ditunda. Hal ini dikarenakan tim Tesla mengikuti kebijakan dari Pemerintah Indonesia adanya larangan Warga Negara Asing (WNA) masuk ke Indonesia.
Rencana kunjungan tersebut sebenarnya merupakan tindak lanjut dari diplomasi Presiden Jokowi dengan Chief Executive Officer Tesla Elon Musk.
Meski begitu, Bahlil menyebut komunikasi dengan perusahaan yang bermarkas di California itu tetap berjalan. Hanya saja, khusus investasi Tesla, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang intens berkomunikasi. “Kalau yang lain, BKPM,” cetusnya.
Lalu, kapan kepastian, dan berapa nilai investasi Tesla? Eks Kerua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu tak ingin sesumbar angin surga. Dia hanya menyebut tidak lama lagi, investasi Tesla jatuh ke pangkuan Ibu Pertiwi.
“Saat ini, Tesla makin mendekati kepastian. Nilainya, tidak akan jauh beda dari dua yang sudah ada. Andaikan tinggi, Tesla tinggi sedikit. Tapi tergantung juga. Kalau Tesla bikin mobilnya juga, itu bisa jauh lebih tinggi,” katanya.
Sekadar informasi. Sudah ada perusahaan yang lebih dulu meneken investasi di Indonesia. Salah satunya LG Consortium yang menanamkan modalnya hingga 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 142 triliun. Lalu, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) dengan nilai investasi mencapai 5,2 miliar dolar AS atau Rp 72 triliun. [MEN]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID