Inisiatif Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) dalam menghadirkan program pemberdayaan petani melalui Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) diapresiasi Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin.
Program tersebut dinilai bisa menjadi salah satu upaya untuk mensejahterakan masyarakat.
“Saya mendukung program pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren sebagai salah satu ikhtiar untuk menyejahterakan masyarakat,” ungkapnya dalam acara Korporatisasi Pertanian Dalam Mendukung Ekosistem Halal Value Chain Berbasis Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) di Ponpes Al-Ittifaq, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/3).
Menurut Wapres, ketahanan pangan menjadi sangat vital bagi negara manapun di dunia ini, karena makanan berkaitan dengan kelangsungan hidup seluruh populasi dunia.
Data ketahanan pangan menyebutkan, kemampuan bertahan cadangan pangan Indonesia pada 2020 hanya sekitar 21 hari. Angka tersebut dikalkulasi dari 1,7 juta ton cadangan beras untuk 271 juta penduduk.
“Oleh karena itu pemerintah sangat serius menggarap utusan pangan, termasuk mengalokasikan sekitar Rp76,9 triliun pada 2022 untuk memperkuat ketahanan pangan. Koperasi menjadi jawaban yang tepat bagi terbentuknya korporatisasi petani dan nelayan karena koperasi berbadan hukum dan modal sebagian besar dimiliki oleh anggota,” ujar Wapres.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, Ponpes Al-Ittifaq di Bandung menjadi role model pembentukan Kopontren dalam mewujudkan program korporatisasi petani.
Program ini dikatakan menjadi bukti konkret pembentukan model bisnis dan ekosistem yang memungkinkan sistem produksi pertanian menjadi lebih produktif dan efisien.
“Pemerintah selama ini pendekatannya dari input pengadaan saja, baik dari pupuk dan lainnya. Kalau kita hanya lakukan pendekatan itu tanpa model bisnis dan ekosistem yang memungkinkan sistem produksi kita yang lebih produktif dan efisien, isu pangan selamanya akan kita hadapi. Makanya konsep korporatisasi pangan itu bagi petani kecil nggak bisa jalan sendirian,” ujar Teten.
Masyarakat bisa membangun corporate farming dengan mengonsolidasi petani-petani kecil perorangan dalam bentuk koperasi. Yang dibangun sebenarnya ekosistem pertanian yang lebih efektif dan efisien mulai dari pembiayaan, proses produksi, hingga pemasaran yang terintegrasi dan saling menguntungkan berbagai pihak melalui badan hukum koperasi.
Teten menegaskan, pilot project korporatisasi pertanian ini juga menjadi salah satu langkah untuk mendukung ekosistem Halal Value Chain berbasis Kopontren.
Dengan koperasi, lanjutnya, korporatisasi pertanian mampu dijalankan mulai dari sisi hulu sampai hilir. Di mana pembiayaan para petani dapat dilakukan oleh koperasi, penyerapan hasil produksi juga dilakukan koperasi sebagai offtaker, dan memasarkan hasil pertanian juga dilakukan oleh koperasi yang bekerja sama dengan berbagai pihak.
Pembiayaan LPDB
“Kami memiliki alternatif instrumen pembiayaan kepada koperasi, yakni melalui LPDB-KUMKM yang dapat disinergikan dalam pengembangan ekosistem korporatisasi pertanian. LPDB dapat masuk mendukung dari sisi pembiayaan kepada koperasi dalam menjalankan bisnisnya,” imbuh Teten.
Seperti pada Kopontren Al-Ittifaq, LPDB-KUMKM melakukan perkuatan modal koperasi dengan pembiayaan dana bergulir.
“Kopontren Al-Ittifaq juga bisa menjadi role model pengaplikasian koperasi yang dapat memajukan perekonomian desa atau ekonomi umat,” tegasnya.
Saat ini, Kopontren Al-Ittifaq menjalankan ekosistem korporatisasi pertanian yang memiliki nilai tambah mulai dari produksi, distribusi, hingga pemasaran produk dengan prinsip dan nilai syariah yang mendukung terciptanya halal value chain berbasis koperasi pondok pesantren.
Kopontren Al-Ittifaq juga telah membangun rantai pasok dari 37 pondok di Jawa Barat, dan 26 pondok di 3 provinsi yakni Lampung, Yogyakarta, Solo, dan Jawa Timur, dengan memberdayakan 270 petani dengan menghasilkan 126 varietas komoditas unggulan yang didistribusikan ke pasar-pasar modern secara online dan offline.
Dalam pelaksanaannya, Kopontren Al-Ittifaq menjadi pionir dalam melakukan kerja sama bisnis terkait permintaan barang berupa produk pertanian. Kemudian, dijalankan dengan menyusun pola tanam untuk setiap setiap pondok pesantren yang tergabung dalam koorporatisasi pertanian.
Kopontren Al-Ittifaq telah bermitra dengan LPDB-KUMKM, dan telah mendapatkan pembiayaan dari LPDB-KUMKM sejak 2020 sebesar Rp 6,3 miliar. Di tahun 2021 kembali disetujui penambahan fasilitas pembiayaan dari LPDB-KUMKM sebesar Rp 6,8 miliar.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil turut mengapresiasi inisiatif Kemenkop UKM untuk menghadirkan program korporatisasi pertanian ini.
Menurutnya, hal ini telah membuat manajeman dari sektor pertanian menjadi lebih modern dan efisien. “Jawa Barat ini tanahnya subur, pasarnya besar, tapi sering kali distribusinya kurang. Maka dari itu pengelolaan ekonomi pangan melalui pesantren ini sangat penting. Mudah-mudahan Ponpes Al-Ittifaq ini jadi contoh bagi semua pesantren di Indonesia,” ujarnya. [DWI]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID
You may also like
-
PUN Bersama RSUI Gelar Baksos Katarak Serta Bibir Sumbing Dan Celah Lelangit –
-
ER Gelar Konferensi Tahunan Pertama Super Neutral Hidup Sehat Itu Mudah –
-
Siapkan Dirimu Untuk Ikuti Beauty Festival 2023 Timeless Wonder –
-
25 Quote Hari Batik Nasional Menarik Untuk Diposting Di Media Sosial –
-
Nyeri pada Dada Apa Pertanda Serangan Jantung –