Pemerintah akan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro. Namun, kebijakan ini tak akan berhasil mengendalikan penularan Covid-19 tanpa dukungan masyarakat.
Pemerhati Kesehatan Iskandar Sitorus menilai, masyarakat harus diberi pemahaman soal kebijakan PPKM skala mikro yang akan dimulai besok. Kalau masyarakat tak paham, mereka tak akan memberikan dukungan. “Sementara perlu ada dukungan moral dari masyarakat agar menuai hasil yang baik,” ujanya, dalam diskusi publik, kemarin.
Iskandar menilai, konsep PPKM berskala mikro ini mengajak masyarakat menerapkan protokol kesehatan hingga pelosok pemukiman penduduk. Protokol kesehatan yang ditekankan adalah 5M, yaitu, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilisasi.
Selain dukungan masyarakat, Iskandar juga mengingatkan, PPKM mikro juga perlu didukung pendanaan. Hal itu dibutuhkan untuk memperkuat implementasi PPKM mikro di tengah masyarakat.
“Ini yang repot. Kalau program tidak mendapatkan dukungan pendanaan, ditambah tidak ada dukungan moral masyarakat, bisa amburadul PPKM mikro,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Direktur Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (iAKMI) Hermawan Saputra meminta pemerintah melibatkan ahli ahli kesehatan, termasuk epidemiolog dalam PPKM mikro. “Memang harus ada pendampingan oleh mereka. Tak hanya sekadar menugaskan lurah, kepala desa, RT/RW,” ujar Hermawan.
Epidemiolog atau ahli kesehatan, sebutnya, memiliki peran pengawasan, pencegahan, dan edukasi. Selain itu, mereka bisa melakukan koordinasi antar lintas sektor kesehatan untuk menyambung kan dengan berbagai fasilitas dan tenaga kesehatan di lapangan. “Itu yang penting,” sambungnya.
Soal skema detail PPKM berskala mikro ini, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menyebut, masih menunggu kebijakan resmi.
Sebelumnya, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto menjelaskan, pendekatan berbasis mikro ini akan melibatkan satgas Covid-19, baik di tingkat pusat sampai di tingkat terkecil, yakni RT/RW. Selain itu, penegakan hukum perlu dilakukan untuk memastikan kedisiplinan masyarakat.
Untuk itu, Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), Satuan Polisi Pamong Praja, dan TNI/Polri dilibatkan dalam operasi yustisi. “Bukan hanya untuk penegakan hukum, pelibatan Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga untuk tracing (pelacakan kontak erat pasien Covid-19),” tutur Airlangga. [JAR]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID