Kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injuries (AKI) yang telah merenggut 141 anak mendapat perhatian khusus Presiden Jokowi. Kemarin, Jokowi memanggil para pejabat ke Istana Bogor, untuk menggelar Rapat Terbatas (Ratas) membicarakan masalah ini.
Ratas ini digelar dari pukul 13.00-15.45 WIB. Para pejabat yang dipanggil Jokowi itu adalah Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Usai ratas, Menkes segera menemui awak media yang telah menunggu di halaman Istana. Dia menerangkan, Presiden memberikan atensi khusus terkait kasus ini. Presiden memintanya agar melindungi masyarakat dari penggunaan obat-obatan yang dinilai berbahaya.
“Di hari Minggu kemarin Bapak Presiden khusus menelepon kami untuk memastikan, bahwa masyarakat dilindungi dari obat obatan yang ada. Jadi, prioritas dari Bapak Presiden adalah memastikan bahwa seluruh masyarakat bisa terlindungi dari obat-obatan ini,” papar Menkes.
Menkes mengungkapkan, hingga saat ini, gangguan ginjal akut pada anak sudah mencapai 245 kasus yang tersebar di 26 provinsi. Sebanyak 80 persen kasus terjadi di delapan provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara.
“Fatality rate atau yang meninggal persentasenya dari jumlah kasus 245 ini cukup tinggi, yaitu 141 atau 57,6 persen,” kata Budi.
Kasus ini diduga akibat adanya kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirup. Jokowi ingin, jutaan Indonesia terlindungi dari senyawa berbahaya itu.
Untuk mengatasi masalah ini, Kemenkes telah melakukan langkah konservatif dengan menerbitkan edaran yang meminta apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat. Kemenkes juga meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
Menkes melanjutkan, penyetopan ini cukup efektif menekan penambahan kasus baru. “Sejak kita berhentikan (penggunaan obat sirup), itu sudah kita amati penurunan yang drastis dari pasien baru yang masuk ke rumah sakit,” beber Budi.
Dia mencontohkan, terjadi penurunan pasien gangguan ginjal akut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sebelum adanya larangan penggunaan obat sirup, RSCM penuh dengan pasien gangguan ginjal akut. Satu tempat tidur ruang ICU RSCM bisa diisi dua sampai tiga orang. “Sekarang penambahan pasien barunya sejak kita larang (penggunaan obat sirup) itu, turun drastis,” terang Menkes.
Namun, berdasarkan hasil penelitian terbaru BPOM, kini tidak semua obat sirup dilarang. Obat-obatan yang ditujukan untuk penyakit kritis, masih diperbolehkan. Tentunya sesuai anjuran atau resep dokter.
“Kita sudah bicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), ada beberapa obat-obatan yang memang sifatnya sirup, tapi dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kritis, seperti epilepsi. Intinya, kalau dilarang bisa meninggal gara-gara penyakit yang lain,” jelas dia.
Terkait fomepizole, obat gagal ginjal akut pada anak yang dipesan dari Singapura, Menkes menerangkan, Pemerintah terus berupaya mempercepat kedatangannya. Sehingga, pasien-pasien gangguan ginjal akut bisa diobati dengan baik.
Pemerintah terus berusaha mendatangkan fomepizole sebanyak-banyaknya. Selain memesan 200 vial dari Singapura, Pemerintah mendatangkan 16 vial dari Australia dan memproses pembelian dari Amerika Serikat dan Jepang. Untuk Jepang, diketahui memiliki stok banyak, sekitar 2.000-an.
Menkes menjelaskan, fomepizole cukup ampuh. Dari 10 pasien gangguan ginjal akut yang diberikan fomepizole, tujuh di antaranya membaik. “Sehingga kita dapat simpulkan bahwa obat ini memberikan dampak positif,” ucapnya.
Setelah diberi fomepizole, pasien yang awalnya sulit buang air kecil, kini sudah bisa kencing sedikit demi sedikit. “Pasien-pasien yang awalnya tidak sadar juga sudah mulai sadar,” imbuh dia.
Di Ratas itu, Jokowi juga memerintahkan BPOM supaya teliti melakukan pengujian terhadap obat. “Pesan Pak Presiden sangat jelas sekali untuk sangat berhati-hati, jadi kami BPOM dalam menguji mendampingi dan menguji obat-obatan ini berhati-hati sekali,” terang Penny.
Karena itu, Penny juga meminta kepada masyarakat untuk mencatat setiap obat yang telah atau baru saja dikonsumsi. Tujuannya, untuk mengantisipasi apabila terjadi efek samping yang tidak diinginkan.
“Kita tidak pernah tahu impurities (zat kimia) apa yang ada di dalamnya. Namun, penting juga selalu mencatat obat yang dikonsumsi, apakah itu swamedika, di rumah ataupun ada di faskes untuk selalu mencatat,” ucapnya.
Sejauh ini, BPOM sudah melakukan kerja sama dengan Kemenkominfo untuk menelusuri obat-obatan tidak memenuhi syarat, tapi masih dijual secara daring. “Ada 1.400 tautan yang harus kami lakukan tindak lanjut sebagai bagian cyber patrol BPOM,” imbuh dia.■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID