Rapat Dengan Menperin, DPR Keluhkan Soal IOMKI –

Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto mengatakan, banyak pelaku usaha industri kecil dan menengah (IKM) yang dicabut Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) selama pandemi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Pencabutan izin ini dikhawatirkan akan memukul ekonomi lebih dalam.

“Soal IOMKI ini banyak keluhan dari teman-teman di konstituen dapil saja. Saya kira ini harus ditegaskan sebetulnya kenapa mereka dicabut izinnya,” kata Darmadi dalam Rapat Kerja Komisi VI bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dan jajaran di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (9/2).

Berdasarkan laporan yang diterimanya, pelaku usaha yang dicabut izin operasionalnya ini cukup besar hingga 10 ribu unit. Sementara skala usaha menengah dan besar ini kan setidaknya berjumlah 40 ribu unit. 

Bagi Darmadi, tingginya pelaku usaha yang dicabut ijinnya ini tentu mengkhawatirkan dan menimbulkan keresahan bagi kalangan IKM itu sendiri karena ternyata kebanyakan mereka tidak mengetahui alasan dari pencabutan izin operasionalnya itu. 

Di satu sisi, Darmadi memberikan selamat atas kinerja Agus Gumiwang mengangkat performa purchasing managers indeks (PMI) hingga di Januari ini menjadi 52 persen. Namun, dia mengingatkan, pencabutan IOMKI ini akan menurunkan PMI di bulan berikutnya. 

“Karena IOMKI inikan efeknya nanti ke outputnya tenaga kerja. Sementara salah satu variabel PMI ini kan tenaga kerja,” katanya 

Karena itu, dia meminta penjelasan kepada Menteri Agus perihal persyaratan pencabutan IOMKI ini. Dengan demikian, para pelaku usaha tidak bertanya-tanya dan menduga-duga bahwa pencabutan IOMKI ini karena ada permainan di lapangan yang bisa dideteksi melalui ancaman dan penutupan IOMKI tersebut.

“Jadi mohon penjelasan karena sekarang kita butuh pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaa kerja. Sebab kalau terlalu ketat juga bisa bermasalah,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Darmadi juga menyoroti Program Kemenperin tentang ‘Bangga Buatan Dalam Negeri’. Dia usul agar program yang baik ini harus ter-manage dengan baik. “Kalau hanya sekedar bangga juga tidak ada guna. Kalau cuma sekedar adakan event-event juga tidak ada guna,” kata Darmadi.

Menurutnya, hal yang paling penting dalam menggalakkan program ini adalah bagaimana mengarahkan kebijakan pemerintah agar produk yang dihasilkan anak bangsa jauh lebih berkualitas. Selain itu, sasaran kebijakan sedapat mungkin bisa meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap produk-produk dalam negeri. Sebab berbicara kualitas dan loyalitas, ujung-ujungnya harus berefek pembelian berulang dari konsumen.

“Kalau hanya buat pameran, konsumen beli tapi tidak ada loyalitas, ya sia-sia juga. Percuma kalau hanya sekedar bangga tapi tidak loyal,” katanya.

Karena itu, dia berharap agar program ‘Bangga Buatan Indonesia’ ini bisa memikirkan bagaimana produk-produk utamanya dari IKM ini bisa menumbuhkan loyaliti atau kesetiaan masyarakat kepada produk anak bangsa. Karena itu, dia meminta kebijakan Kemenperin bukan hanya mementingkan produk dari industri-industri besar saja tapi lebih memprioritaskan pada pelaku usaha industri kecil.

Sebab kalau hanya mementingkan usaha industri besar sementara tidak memperhatikan industri kecil, justru akan membuat perekonomian negara menjadi neoliberalisme. Efeknya akan terjadi pemusatan ekonomi dan kesenjangan sosial yang lebih dalam.

“Kalau kita lihat neoliberalisme yang dilakukan negara-negara barat ternyata tidak berhasil menutup kesenjangan, malah menimbulkan in-equality (ketidaksetaraan). Sebab yang berhasil justru ekonomi kerakyatan. Karena itu IKM ini yang harus digerakkan,” katanya.

Darmadi menuturkan, sudah melihat banyak kebijakan yang berrtujuan menumbuhkan kebanggaan kepada produk dalam negeri, tetapi tak satu pun yang berhasil. Karena itu, dia bertanya-tanya apakah program pelatihan vokasional yang dirancang Kemenperin dengan jumlah sangat besar mencapai Rp 827 miliar itu, menyasar pelaku IKM dalam negeri. 

“Karena yang saya lihat (di anggaran Kemenperin) justru banyak pemotongan untuk kegiatan IKM. Saya mohon ini diperhatikan lebih jauh juga kepentingan industri-industri kecil dan menengah ini,” tambah dia.

Dalam kesempatan itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menjelaskan, IOMKI ini dipergunakan untuk mendata para pelaku industri dalam negeri di masa pandemi ini. Data IOMKI ini juga yang digunakan oleh Kemenperin untuk membenahi masalah data yang selama ini sangat sulit dilakukan. “IOMKI ini menjadi sangat penting sebagai dasar kita mengeluarkan izin usaha industri,” katanya.

Agus lalu meralat jumlah pelaku yang dicabut izin operasionalnya selama pandemi. Dijelaskan dia, sebenarnya pelaku IKM yang mengajukan IOMKI sekitar 18 ribu unit sementara sejauh ini yang sudah dicabut sudah sekitar 300-an unit. Pencabutan izin ini dilakukan sebagian besar karena dua hal.

Pertama, pihaknya menemukan IOMKI ini ternyata banyak dipergunakan justru oleh perusahaan-perusahaan  non industri agar tetap beroperasi beroperasi selama pandemi. Padahal sudah jelas IOMKI in diperuntukkan hanya untuk industri. 

“Banyak pedagang yang mengajukan izin ke kita padahal tidak menjadi mata rantai industri tersebut. Setelah kami verifikasi tentu kami harus tutup karena tidak ada hubungannya dengan proses produksi,” katanya.

Alasan berikutnya, karena banyak perusahaan-perusahaan tersebut tidak meneggakkan protokol kesehatan. “Kami berikan peringatan dari satu sampai tiga hingga sanksi kami cabut IOMKI-nya,” tambah Agus. [KAL]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *