Petani di berbagai daerah mengeluhkan mahalnya harga pupuk non subsidi saat ini. Padahal, pupuk sangat dibutuhkan para petani saat musim tanam ini.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori melihat, mahalnya pupuk non subsidi ini masih relatif. Apalagi jika dibandingkan dengan pupuk bersubsidi.
“Relatif kalau dibandingkan dengan pupuk bersubsidi. Perbedaan harganya kam memang cukup jauh,” kata Khudori dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (29/7).
Meski begitu, menurutnya pemerintah bisa mendorong harga pupuk non subsidi ini lebih terjangkau. Karena harga yang terjangkau itu menjadi salah satu faktor yang menentukan produk pertanian dapat bersaing.
“Sebab produksi utama pupuk domestik itu masih BUMN,” tegasnya.
Di sisi lain, alokasi pupuk subsidi sejak dulu memang terbatas. Karena ini terkait dengan anggaran subsidi yang ditentukan pemerintah bersama DPR.
“Sejak dulu anggaran subsidi memang terbatas. Makanya subsidi yang diberikan juga terbatas,” tutur Khudori.
Meski terbatas, yang paling penting sebenarnya adalah penggunaan pupuk yang rasional. Karena penggunaan yang berlebihan justru berdampak buruk bagi tanah.
“Yang jadi masalah itu, menurut sejumlah riset menunjukan, saat ini penggunaan pupuk oleh petani sudah tidak rasional. Jika kita jadikan pedoman, mestinya petani harus mulai rasional dalam memupuk,” sarannya.
Sebagaimana diketahui, pupuk memang terdiri dari dua jenis, yakni bersubsidi dan non subsidi. Pupuk bersubsidi ditentukan alokasinya oleh pemerintah dengan harga yang cukup terjangkau. Namun jumlahnya terbatas. Sedangkan pupuk non subsidi merupakan skema murni bisnis, di mana harga jualnya ditentukan sendiri oleh perusahaan produsennya. [FAQ]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID