PPKM Efektif Tekan Kasus Covid-19 Kita Miliki Peluang Pulihkan Ekonomi –

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengungkapkan, se­jumlah lembaga internasion­al memangkas proyeksi per­tumbuhan ekonomi Indonesia karena adanya peningkatan kasus Covid-19 dan Pember­lakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Ini akan menghambat progres pemulihan ekonomi Indonesia di tahun ini. Padahal, hingga paruh pertama tahun ini ekonomi su­dah terlihat meningkat,” kata Faisal, Jumat (30/7).

Menurut Faisal, pembatasan aktivitas sangat mempengaruhi kinerja perekonomian di kuartal III-2021.

Namun demikian, pembatasan ini bisa efektif menurunkan kasus Covid-19. Sehingga pada kuartal IV-2021 sudah ada relaksasi yang membuat pemulihan ekonomi bisa kembali meningkat.

Faisal menuturkan, ada be­berapa faktor yang bisa men­dorong pertumbuhan ekonomi tetap berada di jalurnya alias on the track. Misalnya, meningkat­kan potensi ekspor Indonesia. Hal tersebut bisa memberi efek positif pada kinerja perekono­mian. Kemudian, tingkat inflasi rendah. Hal ini bisa menjaga daya beli masyarakat.

Dari sisi belanja Pemerintah, Faisal memprediksi, ada pening­katan di paruh kedua tahun ini. Hal tersebut seiring dengan pola musiman dan akselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Begitu juga dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) berkomitmen memberikan kebi­jakan yang akomodatif dan pro pertumbuhan untuk menopang proses pemulihan ekonomi.

Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memiliki pandangan sama. Dia menilai PPKM level 4 turut men­jadi faktor penurunan proyeksi pertumbuhan.

“Proyeksi bisa saja diturunkan lagi tergantung perkembangan pandemi dan seberapa lama PPKM Darurat dilakukan. Dan, seberapa banyak daerah yang dicakup,” imbuhnya.

David melihat dampak PPKM level 4 terhadap kegiatan ekono­mi dalam negeri tidak akan sedalam dampak ketika ada Pembatasan Sosial Berskala Be­sar (PSBB) pada tahun lalu.

Menurutnya, perbedaan pada aktivitas bisnis antara PSBB dan PPKM level 4 dapat terlihat dari situasi hingga akhir Juli ini. Perbedaan itu didukung oleh 3 faktor pendorong.

Pertama, ekspor dan har­ga komoditas jauh lebih baik dibandingkan dengan 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tren surplus neraca perdagangan sudah ber­langsung dalam kurun waktu 14 bulan terakhir sejak Mei 2020. Terakhir, BPS mencatat surplus Juni 2021 sebesar 1,32 miliar dolar AS. “Jadi, ini penopang terutama untuk provinsi-provinsi di luar Jawa penghasil komodi­tas,” jelasnya.

Kedua, adanya perubahan perilaku masyarakat dalam ber­belanja. Perilaku saat ini berbeda dari tahun lalu di mana belanja kebutuhan pokok sempat turun.

“Belanja kebutuhan pokok cenderung masih bertahan, serta ikut terbantu oleh belanja daring,” katanya.

Ketiga, stimulus Pemerintah lewat bantuan sosial terlihat pengaruhnya pada masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Hal tersebut terlihat dari peningkatan likuiditas secara agregat untuk masyarakat kelompok pendapatan menengah ke bawah. [KPJ]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Generated by Feedzy