Setelah dua tahun “meriang” karena pandemi Covid-19, tahun ini APBN kita mulai sehat walafiat. Hal itu terlihat dari penarikan utang yang berkurang, penerimaan pajak yang meningkat, dan surplus.
Sehatnya kondisi keuangan negara itu dipaparkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dalam konferensi pers APBN KiTa, kemarin. Di awal konferensi pers ini, Sri Mulyani langsung membungkam para kritikus yang sering nyinyir soal kondisi APBN dan utang. “Jadi, bagaimana porsi APBN Kita akhir Maret ini, karena banyak yang kemudian orang sering membuat statement mengenai kondisi APBN,” katanya, membuka pemaparan.
Sri Mulyani yang sedang berada di Amerika Serikat itu, menerangkan, sampai akhir Maret, terjadi surplus sebesar Rp 94,7 triliun. Padahal, tahun lalu masih defisit Rp 65,3 triliun. Sri Mulyani mencatat, keadaan berbalik hingga 245 persen. Dengan kata lain, dari sisi total keseimbangan, APBN hingga akhir Maret masih surplus di Rp 10,3 triliun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Maret tahun lalu, yang defisit hingga Rp 143,7 triliun. Artinya, keadaan membaik dari negatif ke positif. Bahkan, pertumbuhannya mencapai 170,2 persen.
Pada Maret tahun ini, defisit sangat dalam, sudah mencapai 0,85 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB). Maret tahun ini, APBN masih surplus di 0,06 persen dari PDB. “Karena posisinya surplus, maka pembiayaan utang kita merosot tajam. Kita lihat, sampai Maret kita hanya keluarkan Rp 139,4 triliun. Pembiayaan tahun lalu itu lebih dari Rp 332,8 triliun,” urai Sri Mulyani.
Penarikan utang yang merosot tajam ini menggambarkan APBN kita mulai sehat walafiat. Kata Sri Mulyani, hal itu sangat baik, karena APBN dibutuhkan untuk berbagai macam shock absorber masyarakat. Membangun infrastruktur, membangun pendidikan memperbaiki kesehatan, memperbaiki alutsista, semuanya membutuhkan APBN.
Dari kondisi yang surplus ini, negara masih punya sisa anggaran mencapai Rp 149,7 triliun. “Inilah yang disebutkan cerita mengenai APBN bekerja sangat keras menangani Covid-19 memulihkan ekonomi, sudah mulai terlihat buahnya,” terang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Untuk penerimaan pajak, sampai triwulan I-2022 sudah tembus Rp 322,46 triliun. Angka ini tumbuh 41,36 persen secara year on year (YoY) atau sebesar 25,49 persen dari target APBN 2022. Rinciannya, PPh nonmigas Rp 172,09 triliun atau 27,16 persen dari target, PPN dan PPnBM Rp 130,15 triliun atau 23,48 persen dari target, PBB dan pajak lainnya Rp 2,29 triliun atau 7,69 persen dari target. Sementara, PPh migas tercapai Rp 17,94 triliun atau 37,91 persen dari target.
Sri Mulyani melanjutkan, fluktuasi penerimaan bulanan sepanjang Januari-Maret 2022 dipengaruhi basis penerimaan 2021 yang juga fluktuatif. “Pertumbuhan penerimaan masyarakat meningkat selain karena low based effect dari Maret 2021, juga dikarenakan pergeseran sebagian penerimaan Februari ke Maret akibat 3 hari terakhir Februari jatuh pada hari libur, peningkatan ekspor, serta PPS,” terangnya.
Dengan kondisi ini, ia yakin, pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di kisaran 4,8-5,5 persen. Apalagi indikator konsumsi masih menunjukkan aktivitas yang terus menguat. Selain itu, investasi menguat, ekspor naik, dan bahan-bahan baku meningkat. “Ini menggambarkan bahwa seluruh agregat demand di dalam perekonomian kita mengalami penguatan,” ucap Sri Mulyani, girang.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengakui, APBN kita memang sedang sehat. Dari sisi fiskal, APBN kita tengah windfall alias mendapat keuntungan dari kenaikan harga komoditas. Kenaikan ini memang mendorong inflasi, tapi bagi APBN justru menambah penerimaan, baik pajak maupun nonpajak.
“Makanya, tadi disebutkan (Menkeu) penerimaan perpajakan meningkat pesat, sehingga terjadi surplus, padahal biasanya defisit. Jadi, itu hikmahnya,” ulas Faisal.
Hanya saja, Faisal berharap, surplus ini disalurkan untuk meredam guncangan global inflasi agar tidak menular ke dalam negeri. Sebab, jika guncangan itu terjadi, dampaknya buruk bagi perekonomian nasional. “Kelebihan dari surplus alokasi untuk program bansos untuk menambah subsidi. Supaya Pertalite tidak, LPG dan solar juga tidak naik,” sarannya.
Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengamini, kondisi APBN kita tengah membaik. Namun, Hendrawan berpesan agar Pemerintah tetap berhati-hati. “Pemerintah harus tetap waspada efek gejolak eksternal. Jangan lengah atau terlena perbaikan kinerja temporal. Cuaca bisa berubah cepat,” pesannya. [MEN]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID