Pemerintah Perlu Tingkatkan Daya Saing Industri Gula Nasional –

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arumdriya Murwani mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan daya saing industri gula nasional. Kurangnya daya saing merupakan salah satu permasalahan gula nasional yang belum berhasil dibenahi.

“Kurangnya daya saing, salah satunya, menyebabkan produksi gula dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini pada akhirnya berdampak pada kelangkaan yang menyebabkan fluktuasi harga,” kata Arumdriya (Arum) Murwani dalam keterangan tertulis, Kamis (1/4/2021).

Menurutnya, riset dan inovasi teknologi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas gula, menekan biaya produksi dan meningkatkan kapasitas produksi dengan cara yang lebih efisien.

Upaya meningkatkan daya saing industri gula ini dapat dimulai dengan revitalisasi alat produksi, pabrik dan modernisasi pertanian tebu. “Ini penting untuk mengurangi biaya produksi dan pemrosesan gula,” katanya.

Selain itu, pemerintah juga perlu mengkaji ulang kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (HET), karena kebijakan tersebut tidak efektif untuk menurunkan harga gula di pasar.

Harga gula akan menyesuaikan dengan biaya produksi. Untuk itu revitalisasi alat produksi, pabrik dan modernisasi pertanian tebu mendesak untuk dilakukan.

Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga gula di pasar tradisional selama satu tahun terakhir lebih tinggi dibandingkan HET yang ditetapkan pemerintah.

Arum melihat, langkah pemerintah untuk menggunakan impor sebagai instrumen stabilisasi harga gula dalam menyambut bulan suci Ramadan patut diapresiasi. Namun kata dia, efektivitas kebijakan impor gula dapat selalu ditingkatkan untuk memastikan bahwa impor yang dilakukan tepat guna dan tidak melukai petani lokal.

 

Lebih jauh dikatakan, perumusan kebijakan kuota impor tanpa dibarengi dengan data yang akurat dan mutakhir, dapat membuat impor tidak efektif dan malah merugikan petani tebu.

Pemerintah perlu meningkatkan keterlibatan pelaku usaha, asosiasi industri dan produsen dalam proses perumusan kebijakan yang berkaitan dengan impor gula.

Pelibatan sektor swasta dalam proses importasi gula untuk konsumsi juga dapat dipertimbangkan. Pelaku usaha lebih tanggap dengan dinamika pasar gula, baik domestik dan internasional, sehingga dapat membuat keputusan impor yang sesuai dengan kondisi ketersediaan gula di Indonesia.

“Terakhir sinergi antara pemerintah, asosiasi industri dan kelompok petani tebu harus terus ditingkatkan untuk memastikan bahwa regulasi impor dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi petani tebu, pelaku usaha, maupun konsumen,” kata Arum.

Industri gula Indonesia dikendalikan dan diatur oleh Pemerintah. Berdasarkan Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 14/2020 tentang Ketentuan Impor Gula, terdapat tiga klasifikasi gula impor, yaitu gula mentah untuk kilang gula dalam negeri, gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman dalam negeri dan gula putih untuk konsumsi dalam negeri.

Indonesia mengizinkan sektor swasta ikut serta dalam impor gula mentah dan rafinasi untuk keperluan kilang gula dalam negeri dan industri, dengan tetap memberikan hak impor gula kristal putih kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). [FAZ]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Generated by Feedzy