Nabi mengatakan: kami tidak akan melepaskannya kecuali engkau juga melepaskan kedua sahabat kami -Saad dan Utbah- karena kami mengkhawatirkan keselamatan keduanya. Bila engkau membunuh keduanya, kami pun akan membunuh kedua temanmu itu. Akhirnya Saad dan Utbah dilepaskan oleh mereka, dan Nabi pun melepaskan kedua teman mereka.
Dalam Islam, seorang kepala negara tidak hanya berkewajiban memberikan perlindungan kepada segenap warganya yang Muslim yang berada di negara lain, tetapi juga meliputi warganya yang non Muslim. Hal tersebut dijelaskan oleh para ulama bahwa Pemerintah dalam hal ini diminta untuk memberikan pertolongan kepada warganya yang non Muslim, baik mereka berada dalam wilayahnya maupun yang berada di luar wilayahnya.
Apa yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah adalah salah satu contoh konkret yaitu ketika bangsa Tartar menguasai daerah Syam. Ibnu Taimiyah mendatangi Katlusyah sebagai Raja Tartar agar melepaskan semua tahanan. Lalu panglima Tartar pun melepaskan tawanan orang-orang Islam saja sehingga Ibnu Taimiyah mengatakan kepada mereka: Yang harus dilepaskan adalah semua tawanan, baik yang Muslim maupun yang non Muslim seperti Yahudi atau Nasrani karena mereka juga termasuk tanggungjawab kami. Mereka harus dibebaskan, dan kami tidak akan membiarkan mereka menjadi tawanan. Karena Ibnu Taimiyah tetap menuntut agar semua tawanan dibebaskan tanpa kecuali, akhirnya mereka pun melepaskan semua tawanan termasuk warga negara muslim maupun yang non muslim.
Termasuk di antara jenis perlindungan itu ialah perlindungan diplomatic-negative diplomatik yang dipunyai oleh setiap negara merupakan hal alami dari adanya tanggung jawab atas setiap bencana atau mudharat yang menimpa seorang warga negara yang ada di negara lain. Dalam konteks ini, bila sebuah negara menggunakan haknya untuk memberikan perlindungan kepada salah satu warganya maka hal tersebut terbangun atas dasar tanggung jawab internasional.
Hanya saja, hak tersebut terkadang tidak digunakan oleh sebuah negara kecuali dengan adanya tanggung jawab tadi sebagai salah satu bentuk implementasi dari tanggung jawabnya sebagai Pemerintah dalam sebuah negara. Apa yang ditegaskan oleh syariat Islam terkait dengan masalah perlindungan diplomatik, sekalipun di satu sisi sejalan dengan hukum Internasional terkait dengan hak setiap negara untuk memberikan perlindungan diplomatik sebagai salah satu kewajiban yang harus dilakukan kepada warganya yang terkena musibah di negara lain.
Bila negara tidak memberikan solusi kepada mereka sesuai dengan hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan, tetapi dalam Islam hal tersebut merupakan hak warga sehingga pemerintah tidak dapat menghindar untuk tidak memberikan perlindungan kepada mereka, karena itu adalah suatu hal yang dipandang wajib dan mesti dilakukan oleh pemerintah. Karenanya, dalam kondisi seperti itu, rakyat berhak menuntut negaranya agar memberikan perlindungan seperti yang ditegaskan para ulama Islam seperti Al-Mawardi.
Inilah perbedaan dengan hukum Internasiaonal, di mana hak memberikan perlindungan diplomatik adalah hak negara dan bukan rakyat. Negara bisa saja tidak memberikan perlindungan kepada warganya yang mengalami masalah di negara lain, terutama jika warga itu menghianati bangsanya sendiri di luar negeri.
Begitupula seorang warga tidak punya hak untuk memaksa negaranya agar memberikan perlindungan kepadanya karena dasar dari perlindungan itu sendiri menurut hukum internasional adalah hak khusus setiap negara dan bukan hak rakyat, agak berbeda dengan apa yang dijelaskan di dalam literatur fikhi Islam. Allahu a’lam. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID