LPOI: Politisasi Agama Bahaya Laten Jelang 2024 –

Pilpres 2024 masih dua tahun lagi. Namun, percaturan politik sudah mulai panas. Bahkan ada yang melakukan deklarasi dengan memunculkan politik identitas atas nama agama.

Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Imam Pituduh menyebut, politik identitas, terutama praktik politisasi agama, merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama menjelang momentum politik. Sebab, hal itu dapat menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horizontal berkepanjangan.

“Bahaya laten politisasi agama perlu kita waspadai bersama-sama. Karena politik identitas dan agama yang dipolitisir, adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima redaksi, Selasa (21/6).

Ia melanjutkan, sikap pembiaran terhadap politisasi agama dan politik identitas membuka lebar-lebar bagi berkembangnya permainan semu (shadow game) yang menjajah cara berpikir masyarakat. Juga seakan-akan adalah hal yang lumrah, sehingga praktik yang demikian juga digunakan oknum berkepentingan sebagai komoditas yang menjanjikan.

“Politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas yang favorit untuk diperdagangkan di masyarakat yang mayoritas religius. Dalil-dalil agama selalu dijadikan justifikasi untuk mengambil langkah-langkah politik bagi mereka yang menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas,” tutur pria yang akrab disapa Gus Imam ini.

Tidak hanya itu, sutradara film “Super Santri: Konspirasi Menguasai Negeri” ini juga melihat, praktik politik identitas kian diperparah setelah perubahan kehidupan sosial masyarakat yang lekat dengan media sosial, Serangan dan bombardir isu politisasi agama dan ideologisasi radikal juga bergerak massif melalui jalur online.

“Para buzzer dan robot kelompok radikal selalu berusaha bergerak secara massif menguasai jalur digital. Mereka menggunakan Neuroscience untuk membidik dan mempengaruhi anak muda dan para pemilih mayoritas, agar dapat dipengaruhi, diinfiltrasi dan dikendalikan alam bawah sadar dan lifestyle masyarakat,” jelasnya.

Guna mewaspadai dan mempersiapkan masyarakat dari maraknya isu politik identitas ke depannya, Imam menilai perlu digelorakan pemahaman terhadap isu politisasi agama dan wawasan kebangsaan. Itu penting agar masyarakat memiliki imunitas dan daya dobrak untuk melawan segala bentuk ideologisasi radikal dan politisasi agama yang seiring sejalan.

“Masyarakat sebagai garda depan perlawanan harus diperkuat dalam kesatuan komando dan dilapisi dengan imunitas wawasan kebangsaan yang kuat dan dipersenjatai dengan pemahaman keagamaan yan moderat, ramah damai dan toleran. Karena Perlawanan ini tidak bisa sendiri sendiri,” ujar mantan Wasekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Selain itu, lanjutnya, juga diperlukan militansi masyarakat yang solid untuk mampu memfilter isu, opini, dan segala narasi negatif dari kelompok oknum berkepentingan, hingga tidak ada lagi terdengar noise di sosial media politisasi agama dan ideologisasi radikal. “Filterisasi isu, opini, berita dan segala narasi perlu dilakukan oleh semua pihak terutama pemerintah, masyarakat dan seluruh stakeholder bangsa. Check and recheck, koordinasi, dan tabayun harus selalu dilakukan,” kata Imam.

Gus Imam mengharapkan, adanya payung hukum yang lebih kuat guna mengorkestrasi terhadap gerakan nasional pencegahan radikalisme dan intoleransi. Menyiapkan mitigasi tsunami politisasi agama dan politik identitas serta menyusun kontijensi plan dan melakukan engineering untuk mengeliminir dan memberantas radikalisme, intoleransi, ekstrimisme dan terorisme ke depannya.

“Itu penting agar tahun 2024 bangsa dan negara tidak kecolongan oleh rekayasa politisasi agama. Payung hukum itu dapat berupa Instruksi Presiden untuk memayungi gerakan agar lebih impactful, dan powerful, sebagai fasilitasi, rekognisi afirmasi dan proteksi terhadap keutuhan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia,” jelasnya.

Gus Imam juga mengharapkan khususnya para tokoh agama dan masyarakat guna mempersiapkan umat maupun pengikutnya dengan memberikan edukasi dan pemahaman atas situasi yang berpotensi akan terjadi terkait perang politik identitas menjelang tahun politik 2024.

“Memberikan pemahaman atas situasi, memberikan penjelasan atas isu strategis serta menjaga kesatuan dan persatuan, serta bergotong royong bersama pemerintah untuk melawan segala bentuk kejahatan dan kebatilan yang mengatasnamakan agama serta yang merugikan Tanah Air dan tumpah darah Indonesia,” tandasnya.■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Generated by Feedzy