PT Pertamina (Persero) konsisten menjalankan restrukturisasi perusahaan yang membentuk holding dan 6 subholding.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan, selama hampir 1 tahun masarestrukturisasi, langkah tersebut telah menunjukkan manfaat positif dengan operasional yang terintegrasi dan lebih efisien.
Keenam Subholding yang mengelola bisnis inti tersebut yakni Upstream Subholding, Refining & Petrochemical Subholding, Commercial & Trading Subholding, Gas Subholding, Power & NRE Subholding, dan Shipping Subholding. Semuanya telah fokus mengelola bisnis dan aset perusahaan sesuai lingkup masing-masing.
“Restrukturisasi telah menghasilkan struktur korporasi yang lebih padat, sehingga span of control dan pengelolaan anak perusahaan yang dilakukan Pertamina menjadi lebih optimal,” kata Nicke, dalam keterangan tertulis, Kamis (10/6).
Nicke menambahkan pada tingkat holding, pasca restrukturisasi organisasi yang sebelumnya 11 direktorat, saat ini hanya 5 direktorat, sehingga organisasi lebihlean dan pengambilan keputusan lebih cepat dan efisien.
“Terjadi juga stream lining, sehingga kita pun lebih mudah dalam melakukan pengelolaan danmenyusun rencana strategis untuk seluruh bisnis pertamina group,” kata Nicke.
Sebagai BUMN yang bergerak di bidang Migas, lanjut Nicke, Pertamina tetap bertanggung jawab menjalankan tugas dan peran sesuai dengan Undang-undang (UU) Energi dan UU BUMN. Namun, secara bisnis dengan adanya restrukturisasi nilai perusahaan harus meningkat dan pada saat bersamaan tetap berkomitmen menjalankan penugasan Pemerintah.
“Operasional diturunkan ke anak perusahaan atau ke subholding, maka holding ini lebih fokus kebagaimana kita mengembangkan bisnis ke depan. Transisi energi dari fosil fuel akan bergerak ke new and renewable energy atau green environment. Inilah yang menjadi tugas besar di holding, bagaimana menjalankan itu paralel dengan memperkuat bisnis yang ada,” imbuh Nicke.
Ia menambahkan, dalam pengembangan bisnis ke depan, sepanjang 2020 hingga 2024, Pertamina merencanakan investasi sebesar 92 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Dengan struktur lebih ramping dankewenangan holding dan subholding yang lebih jelas, proses pengambilan keputusan untukinvestasi lebih ringkas, perusahaan dapat memangkas biaya operasional dan melakukanpenghematan biaya investasi, salah satunya melalui integrasi proses bisnis dari hulu sampai hilir.
Seperti salah satu contoh di sektor hulu, pada pengelolaan wilayah kerja (WK) hulu, Pertaminajuga melalui anak usahanya terus meningkatkan produksi atau lifting yang ditargetkan pemerintah.
Sebelumnya, WK melakukan perencanaan dan pengadaan masing-masing, pasca restrukturisasi dapat terintegrasi seperti pengadaan rig dilakukan hanya 1 kali sehingga lebih cepat. Begitu pula pengelolaan resources, Sebelumnya, dengan pengelolaan WK terpisah, adabatas cadangan potential reserve yang tidak dikelola karena berada di perbatasan.
“Dengan pengelolaan WK pada 1 hamparan, saat ini di Regional Kalimantan Timur ada tambahan cadangan 50 juta Barrel Oil Equivalent (BOE) dan potensi eksplorasi 200 juta BOE diLaut Jawa,” ujar Nicke. [NOV]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID