Muhammad Rakyan Ikram alias Iman Ikram cawe-cawe dalam proyek Bansos Covid-19 Kementerian Sosial. Adik anggota DPR Ihsan Yunus itu juga terlibat penyerahan fee proyek.
Ini terungkap dalam sidang perkara mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Jaksa KPK menghadirkan saksi Harry Van Sidabukke, vendor yang mengerjakan proyek Bansos Covid. Harry mengungkapkan hubungannya dengan Iman Ikram maupun Agustri Yogasmara alias Yogas.
“Apa hubungannya setiap kali ini ada Iman Ikram. Bahkan setiap kali ambil sepeda (Brompton) Iman Ikram ada? Apa ada hubungan antara Yogas dengan Iman Ikram?” korek jaksa.
Harry menuturkan, kenal Iman Ikram karena sama-sama di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Jaksa lantas mendalami Yogas yang juga hadir saat penyerahan fee dan sepeda Brompton. “Saudara kenal Iman Ikram satu organisasi (HIPMI). Saudara enggak nanya, siapa Yogas ini, kok selalu sama situ? (Penyerahan) sepeda ada mereka berdua. Penerimaan uang kadang di hotel meskipun secara enggak langsung. Enggak nanya?” tanya jaksa.
“Nanya ke Bang Iman, beliau (Yogas) memang biasa kerja di Kemensos,” jawab Harry.
Jaksa lalu mengonfirmasi isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Harry mengenai latar belakang Imam Ikram. Harry mengaku baru belakangan mengetahui, bahwa Iman Ikram adalah adik Ihsan Yunus.
“Ihsan Yunus siapa?” tanya jaksa. “Setahu saya Wakil Ketua Komisi VIII (DPR),” jawab Harry.
“Saudara tahu ada hubungannya enggak antara Kemensos dengan Komisi VIII?” cecar jaksa. “Enggak tahu,” kata Harry.
“Ihsan Yunus partainya apa?” tanya jaksa. “Partainya, ya, PDIP,” sebut Harry.
Jaksa menanyakan apakah Harry apakah pernah berkomunikasi dengan Ihsan Yunus terkait proyek Bansos Covid. “Enggak pernah,” kata Harry.
Harry mengaku memberikan fee kepada Yogas. Lantaran dibantu mendapat kuota penyaluran Bansos Covid. Pelaksanaannya oleh PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude yang mewakili Harry.
Harry kenal Yogas dari Matheus Joko Santoso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Bansos Covid. “Berapa kesepakatan fee dengan Yogas?” tanya Ketua Majelis Hakim, Muhammad Damis. “Rp 9.000 (per paket),” jawab Harry.
“Rp 9.000 atau Rp 12.500?” Damis mempertegas. “Yang Rp 12.500 saya tidak sepakat,” kata Harry.
Di luar itu, Harry mesti harus menyerahkan fee untuk Joko. “Permintaannya Rp 2.000 (per paket), namun tidak saya sanggupi. Lalu disepakati kurang lebih Rp1.500,” ujar Harry menjawab pertanyaan hakim.
“Apakah Saudara mengetahui apa dasar Matheus Joko Santoso meminta fee dari saudara?” tanya hakim. “Minta dibantu untuk operasional fee,” jawab Harry.
“Apakah Matheus Joko Santoso bilang itu permintaan terdakwa selaku Menteri (Juliari)?” lanjut hakim. “Tidak,” kata Harry.
Harry mengaku mengeluarkan fee Rp 1,28 miliar untuk proyek Bansos Covid. Ia menerima jatah 1.519.256 paket yang kemudian dikerjakan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude.
Ia menandaskan tidak mengurangi kualitas paket sembako Bansos Covid meski harus membayar fee kepada sejumlah pihak.
“Apa indikatornya enggak mengurangi kualitas dan kuantitas?” cecar hakim.
Harry menjelaskan, sebelum menyalurkan paket Bansos harus mendapatkan persetujuan (approval) dari Kementerian Sosial. Baik jenis barangnya, keuntungan hingga cara mendistribusikannya kepada penerima.
Pada sidang itu, mantan Mensos Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap mencapai total Rp 32,48 miliar. Rasuah itu berasal dari vendor penyedia paket Bansos Covid-19. Salah satunya dari Harry Van Sidabukke. [GPG]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID