Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengemukakan tiga manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja ter-PHK. Manfaat program tersebut dinilai penting sebagai bantalan sosial.
“Program JKP itu akan menjadi bantalan sosial bagi pekerja yang kehilangan pekerjaannya, dan membantu yang bersangkutan bertahan hingga pekerja mendapat pekerjaan baru, atau memutuskan menjadi wirausaha,” kata Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi, saat menjadi narasumber pada acara Ngobrol @Tempo secara virtual, Rabu (14/7).
Ketiga manfaat itu, jelasnya, berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan mengikuti pelatihan kerja. Menurut Anwar, uang tunai ini akan diberikan setiap bulan. Maksimal hingga enam bulan setelah pekerja yang mengalami PHK diverifikasi oleh BPJS Ketenagakerjaan, dan memenuhi syarat sebagai penerima manfaat JKP.
“Uang tunai ini rinciannya adalah 45 persen dari upah untuk tiga bulan pertama, dan 25 persen dari upah untuk tiga bulan berikutnya. Ini diberikan paling lama enam bulan,” ujarnya.
Terkait manfaat akses informasi pasar kerja, lanjut Anwar, diberikan dalam bentuk layanan informasi pasar kerja dan/atau bimbingan jabatan yang dilakukan oleh Pengantar Kerja, atau Petugas Antarkerja secara online maupun secara manual. “Manfaat pelatihan kerja ini dilakukan melalui integrasi akses informasi pasar kerja dan sistem informasi BPJS Ketenagakerjaan dalam Sisnaker (Sistem Informasi Ketenagakerjaan –red),” ungkapnya.
Basis kerjanya mengandalkan kompetensi kerja, pelatihan kewirausahaan, dan pemagangan di industri. “Manfaat pelatihan kerja ini dilakukan melalui integrasi akses informasi pasar kerja dan sistem informasi BPJS Ketenagakerjaan dalam Sisnaker,” sebut Anwar.
Namun, untuk mendapatkan manfaat JKP, pekerja yang ter-PHK terlebih dulu harus menjadi peserta program JKP. Syaratnya, WNI yang telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial sesuai penahapan kepesertaan dalam Peraturan Presiden Nomor 1092013, yaitu untuk usaha skala besar dan menegah.
Kemudian, diikutsertakan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM). “Sekurang-kurangnya mengikuti program JKK, JKM, dan JHT,” jelasnya.
Sementara untuk usaha kecil dan mikro, diikutsertakan sekurang-kurangnya pada program JKK, JHT, dan JKM. “Syarat lainnya adalah belum berusia 54 tahun, dan termasuk pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT),” ucapnya.
Adapun sumber pembiayaan dari JKP, yakni iuran pemerintah pusat sebesar 0,22 persen, sumber pendanaan rekomposisi iuran program JKK 0,14 persen dan JKM 0,10 persen.
“Ketentuan dasar perhitungan upah adalah upah yang dilaporkan ke BPJS dengan batas upah sebesar Rp 5 juta rupiah,” terang mantan Sekjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Anwar pun menerangkan, penerima program JKP yang diatur, yaitu pekerja yang mengalami PHK sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 154A UU Nomor 11/2020, pekerja yang ingin bekerja kembali, dan pekerja yang memiliki masa iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan, serta membayar iuran enam bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK.
“Tidak berlaku untuk alasan PHK karena mengundurkan diri, cacat total tetap, pensiun, dan meninggal dunia,” bebernya. [UMM]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID