Kalau Ketangkap Dianggap Cuma Apes Koruptor Dihukum Berat Dong –

Korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Mirisnya, tak sedikit koruptor yang tertangkap dianggap sedang sial atau apes saja.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak khawatir, perilaku korupsi sudah mulai menjadi budaya oleh penduduk Indonesia. Termasuk oleh pelaku dunia usaha.

“Sehingga banyak pelaku tindak pidana korupsi yang tertangkap oleh KPK hanya dianggap sedang sial atau apes,” ungkapnya.

Johanis menyebut, anggapan semacam ini seharusnya tidak terjadi. Kata dia, KPK memberikan perhatian khusus terhadap gejala tersebut. Apalagi, praktik korupsi merugikan masyarakat secara keseluruhan.

“KPK juga ingin membudidayakan perilaku anti korupsi. Salah satunya melalui bimbingan teknis antikorupsi bagi BUMN, BUMD (Badan Usaha Milik Negara/Daerah) maupun pihak swasta,” tegasnya.

Lebih lanjut, Johanis mengatakan, KPK kini punya strategi lain dalam memberantas korupsi. Selain menindak, KPK berupaya melakukan pencegahan dan pendidikan di tengah masyarakat.

Harapannya, masyarakat ke depan tak akan mau lagi melakukan korupsi. Namun demikian, ketiga strategi tersebut tidak akan berjalan efektif dan berdaya guna jika tidak ada peran serta masyarakat.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kasus korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan layaknya fenomena gunung es. Kata dia, tindak pidana korupsi yang berhasil dibongkar baru 20 persen saja.

“80 persen potensi perilaku korup lainnya tidak tampak atau belum diketahui. Kebanyakan yang tidak tampak ini jenis korupsi kecil atau petty corruption, dan berupa perilaku koruptif,” jelasnya.

Firli menegaskan, korupsi telah mengamputasi keadilan dan rasa adil bagi rakyat. Sehingga, kejahatan kemanusiaan yang telah berurat akar di Republik ini, harus segera ditangani tepat, cepat, cermat, terukur, dan efisien. “Dan melibatkan seluruh eksponen-elemen bangsa,” ujarnya.

Netizen mendesak KPK menghukum koruptor dengan hukuman berat. Sehingga, tidak ada yang menganggap koruptor yang tertangkap hanya sedang apes saja.

Akun @ReflyHZ menilai, banyaknya koruptor yang merasa dirinya sedang apes ketika tertangkap karena pemberantasan korupsi, tidak menyeluruh. Kata dia, kapan ada kepemimpinan (one command) untuk melawan korupsi secara habis-habisan di segala lini.

“Betul Bung Refly. OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK atau aparat yang berwenang lainnya tidak membuat jera para pengemplang uang negara. Mereka beranggapan yang terkena OTT karena apes, sial, sudah nasib. Jadi tak banyak menimbulkan resonansi ketakutan,” timpal @azkarbadri51.

 

Akun @fatinpane mengatakan, apes yang dirasakan koruptor bisa menjadi penyesalan jika hukuman diperberat. Makanya, KPK harus tegas dan berani, bukan yang mencla-mencle (isuk dele sore tempe).

Solusinya, kata @alfinprasetyo77, hukuman mati untuk para koruptor, atau paling ringan potong tangannya. Jika ada pemimpin yang berani menerapkan hukum tersebut, itu baru hebat.

“Kalau ada yang merasa sedang apes (sial) saja, berarti kalau diartikan banyak yang tidak lagi apes atau sebenarnya banyak yang korup tapi tidak tertangkap,” tambah @g_gjw.

Akun @KikiLantoa mengatakan, korupsi dan narkoba beda-beda tipis. Karena, hukumannya lemah dan penegak hukumnya tidak tegas. Bahkan, penegak hukumnya bermain dengan koruptor. “Sampai kapan pun korupsi tidak akan habis-habis,” ujarnya.

“Tirulah Singapura dengan cara memiskinkannya, tidak berhak atas layanan publik dan sebagainya tanpa harus di penjara. Artinya, negara tidak kehilangan biaya dalam hal ini. Lah, di Indonesia dipenjara saja bisa hidup enak,” ungkap @deni_hermawanto.

Sementara, @MohamadMusydi tidak percaya dengan klaim Ketua KPK Firli Bahuri yang menyebut pemberantasan korupsi sudah 20 persen. Menurut dia, angka 20 persen kebanyakan. Bahkan, 1 persen saja dia mengaku belum setuju.

“Pejabat tingkat menengah dan atas, korupsi dan nepotisme. Pegawai tingkat bawah kolusi, urusan apa saja harus keluar uang pelicin,” ungkapnya.

“Berdasarkan pengalaman saya di lapangan, kayaknya (kasus korupsi) yang dibongkar belum ada 2 persen,” ungkap @iverePericoloso.

Sedangkan, @bl_ibro mengatakan, Indonesia punya aturan hukum bagus soal pemberantasan korupsi. Tinggal aparat penegak hukumnya saja yang perlu dibenahi. Dia yakin, kalau aparat penegak hukumnya profesional dan tidak pandang bulu dalam penindakan, negara akan adil dan makmur.

“Karena hukum yang adil akan membuat rakyat makmur,” ungkap @bl_ibro.

“Ayo legislatif, yudikatif dan eksekutif, rakyat menantang Anda semua menerapkan hukuman terberat untuk kasus korupsi,” desak @hasian03021979. [ASI]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *