Saat ini sudah ada 36 partai politik yang memiliki akun Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Lima di antaranya partai lokal Aceh.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik menjelaskan, hingga Minggu (3/7) ada 36 partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2024 yang telah memiliki akun untuk mengakses Sipol. Rinciannya, 31 partai nasional dan 5 partai lokal Aceh.
“Sipol yang digunakan pada Pemilu 2019 menggunakan peladen (server). Sedangkan pada Pemilu 2024, KPU menggunakan teknologi komputasi awan (cloud computing) yang dapat menyimpan data dalam jumlah besar,” ujarnya.
Dahulu, kata Idham, ada kendala pada trafik dan menimbulkan kemacetan ketika partai mengunggah data ke Sipol. Ke depan, dengan komputasi awan, kendala-kendala di masa lalu diharapkan tidak terjadi lagi.
Seperti diketahui, lima partai lokal Aceh, yakni Partai Adil Sejahtera, Partai Aceh, Partai Generasi Atjeh Beusaboh Tha’at Dan Taqwa, Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh dan Partai Islam Aceh.
Sedangkan 31 partai nasional adalah, Partai Golongan Karya, Partai Bhinneka Indonesia, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Bulan Bintang, Partai Swara Rakyat Indonesia, Partai Rakyat Adil Makmur, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Kemudian, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Keadilan dan Persatuan, Partai Ummat, Partai Gelombang Rakyat Indonesia, Partai Kebangkitan Nusantara, Partai Pandu Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Republikku Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Pergerakan Kebangkitan Desa.
Selanjutnya, Partai Garda Perubahan Indonesia, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Negeri Daulat Indonesia, Partai Buruh, Partai Berkarya, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Reformasi, Partai Kedaulatan, Partai Republik dan Partai Mahasiswa Indonesia.
“Semua parpol peserta Pemilu 2024 harus menerapkan prinsip integritas, demokratis dan biaya murah,” pinta @ ide2nesia.
Menurut @asafar_h, seluruh parpol yang terdaftar sebagai peserta Pemilu 2024 sebagai penyaji para bakal calon presiden (bacapres) dan calon wakil presiden (Cawapres). Hasil akhir, semua tergantung rakyat sebagai pemilih.
“Logikanya, semua partai peserta pemilu berhak mencalonkan capres maupun cwapres sebagai saluran demokrasi, sehingga banyak alternatif pilihan pemimpin bangsa,” ujar @muhtadiamir79.
Akun @mamunmurod mengingatkan, di era Pemilu 2024, partai politik tidak boleh bergerak sendiri-sendiri dalam menentukan pilihan calon presiden. Harus mendengar suara masyarakat.
“Apalagi pemilih tradisional yang selama ini menjadi basis dukungan politiknya,” kata dia.
Akun @kpu_demakkab mengatakan, dalam upaya mewujudkan partisipasi masyarakat untuk menentukan pemimpin bangsa berintregitas dan membentuk Pemilu Serentak 2024 yang berkeadaban, bukan hanya tanggung jawab KPU. Tapi, menjadi agenda semua pihak. Baik partai politik, mahasiswa dan seluruh masyarakat Indonesia, karena ini menjadi hajat bersama.
“Tentu saja, sinergitas dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan seluruh masyarakat adalah kunci upaya mewujudkan pemilu yang berintegritas dan berkeadaban,” jelasnya.
Menurut @Ahmadya08, perpecahan bisa terjadi manakala Pemilu 2024 diselenggarakan dengan tidak mengikuti asas Pemilu. Yaitu, asas jujur dan adil atau JURDIL.
Akun @mmis kun137 menolak pemimpin yang melakukan money politics. “Soalnya, setiap pemilu pasti ada money politics,” ujarnya.
Bahkan, kata @bawaslu_RI, dana desa yang besar berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan partai politik tertentu atau peserta pemilu/pilkada tertentu. Dia mengingatkan, hal itu harus diwaspadai. “Karena itu masuk dalam kategori politik uang,” kata dia.
Sementara, @Swlilham31 menuding bahwa perpecahan Pemilu berasal dari parpol. Soalnya, masyarakat hanya tinggal mencoblos saja.
“Makanya, ke depan di Pemilu 2024, siapa pun yang diusung partai tidak usah dipilih,” timpal @Galileorai87.
Akun @Gusty363 mengatakan, mendekati pemilu semua pihak pasti dirangkul partai. Seperti, kaum radikal, intoleran, selama menguntungkan buat partai. Hal itu dilakukan untuk mendulang suara pemilu.
“Semua partai politik, saat hajatan pemilu sudah dekat, pasti mengaku memperjuangkan aspirasi rakyat. Tapi kalian sahkan Undang-Undang Cipta Kerja dan Pertanahan Nasional yang sangat merugikan rakyat?” kritik @Yudiset1645. [TIF]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID