Rakyat Myanmar makin berani menunjukkan suaranya menentang junta militer. Selama akhir pekan, puluhan ribu warga turun ke jalan menentang kudeta dan pemblokiran jaringan internet di negara itu.
Kemarin, ribuan orang tumpah di jalanan, hampir di seluruh kota di negara yang dulu bernama Burma ini.
Sebelumnya, pada Sabtu (6/2), puluhan ribu orang berdemonstrasi menentang matinya demokrasi di Negeri 1.000 Pagoda itu.
Pendemo kompak berbaris. Mereka juga membunyikan klakson mobil yang membuat suasana semakin riuh. Mereka membawa berbagai poster serta spanduk bernada protes terhadap kediktatoran militer.
Pendemo juga membawa Bendera Partai Liga nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy/NLD) dan foto Pemimpinnya, Aung San Suu Kyi.
Kyi Phyu Kyaw, mahasiswa yang ikut dalam unjuk rasa, mengaku sangat membenci kudeta militer. Dia tidak takut dengan tindakan keras dari militer jika dirinya dihukum.
“Saya akan bergabung dalam demo setiap hari. Sampai Amay Suu (Suu Kyi) dibebaskan,” ujar Phyu Kyaw, dikutip Channel News Asia, kemarin.
Pada aksi-aksi tersebut, massa kompak mengacungkan simbol tiga jari. Terinspirasi dari Film Hunger Games. Simbol perlawanan ini juga digunakan pengunjuk rasa di Thailand tahun lalu.
Aksi demonstran memukul-mukulkan benda logam seperti panci dan wajan, juga terus berlangsung. Warga menyebut aksi itu tradisi mengusir roh jahat.
Para pendemo awalnya berencana mengadakan unjuk rasa di Balai Kota Yangon. Tapi akses ke daerah itu diblokir barikade polisi.
Seorang mahasiswa, Ye Kyaw, menegaskan, rakyat akan terus berjuang sampai akhir.
“Kami telah memutuskan. Generasi berikutnya akan memiliki demokrasi jika kita mengakhiri kediktatoran militer ini,” tegasnya.
Gelombang protes terus berjalan meski Pemerintah memblokir akses internet atau Facebook yang biasa digunakan untuk menggalang unjuk rasa.
Facebook menjadi platform untuk forum Gerakan Pembangkangan Sipil yang berkembang pesat di Myanmar.
Gerakan ini menginspirasi pegawai negeri, tenaga medis, profesional dan guru, berunjuk rasa untuk mogok kerja.
Dalam video di Facebook, kemarin, para pengunjuk rasa di Yangon berbaris di jalan-jalan. Mereka berhadapan langsung dengan polisi antihuru-hara, yang bersiaga di beberapa lokasi. Tak dijelaskan bagaimana siaran itu bisa luput dari pemblokiran junta.
Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (HAM PBB) mengingatkan, militer dan polisi harus memastikan hak massa untuk berkumpul secara damai, dihormati sepenuhnya.
“Militer berusaha melumpuhkan gerakan perlawanan, dan menjaga dari dunia luar, dengan memotong hampir semua akses internet. Namun, aksi terus berjalan,” kata Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar.
Militer melakukan kudeta 1 Februari lalu gara-gara menuding Pemilu yang dimenangkan NLD berlangsung curang. Sejumlah tokoh politik utama, termasuk Aung San Suu Kyi ditahan.
Hingga kini, Suu Kyi belum diketahui kabarnya. Dia ditahan karena dituduh terlibat dalam impor walkie talkie ilegal.
Sesaat usai kudeta, junta mengumumkan keadan darurat selama satu tahun. Junta juga mengganti belasan menteri dalam kabinet. [PYB]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID