Eks Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum bisa jadi sedang senang gembira karena akan bebas tahun depan. Tapi, dia juga mungkin sedang puyeng karena harus bayar denda dan uang pengganti yang totalnya mencapai Rp 100 miliar lebih.
Kepastian Anas bisa bebas tahun depan itu disampaikan Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, kemarin. Dia bilang, Tim Jaksa Eksekusi KPK, sudah mengeksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK) Anas di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/2).
Berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung Nomor 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020, kata Ali, Anas akan menjalani pidana penjara 8 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Anas ditahan sejak 2014. Sehingga tahun depan sudah bisa bebas.
Namun, masalahnya belum kelar sampai di situ. Politikus yang tersangkut perkara korupsi proyek pembangunan Sarana Olahraga di Hambalang, Jawa Barat itu, masih harus membayar pidana denda Rp 300 juta. Jika tidak dibayar, maka dikenakan pidana pengganti berupa kurungan selama 3 bulan.
Sudah kelar? Belum. Masih ada yang lebih bikin puyeng lagi. Anas wajib membayar uang pengganti senilai Rp 57,5 miliar. Detailnya: Rp 57.592.330.580. Masih ditambah lagi harus bayar uang pengganti dalam mata uang dolar AS sebesar 5.261.070 dolar AS. Jika dirupiahkan, itu mencapai Rp 73,7 miliar. Subsider 1 bulan. Jadi, untuk membayar uang pengganti saja Anas harus merogoh kocek hingga Rp 131,4 miliar.
Ali menegaskan, KPK akan menagih uang denda maupun uang pengganti dari Anas. “Sebagai aset recovery dari Tindak Pidana Korupsi untuk pemasukan bagi kas negara,” tegas Ali.
Bagaimana jika Anas atau tak sanggup bayar? Ali bilang, harta benda Anas akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Namun, jika masih tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 2 tahun.
Jika pun urusan denda dan uang pengganti beres, lalu sudah bisa menghirup udara bebas, Anas masih kena lagi satu hukuman, yaitu pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun, terhitung sejak selesai menjalani pidana pokok.
Sebetulnya, hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya. Jaksa menuntut eks anggota KPU ini dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Anas.
Dalam perjalanan kasus hukumnya, Anas mengajukan banding. Hukumannya sempat diringankan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 7 tahun penjara, dengan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan itu, dijatuhkan pada 4 Februari 2015.
Namun, Anas sempat apes ketika mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hukumannya malah dilipatgandakan. Dari hukuman penjara 7 tahun, menjadi 14 tahun. Dendanya juga naik berlipat-lipat hingga Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Anas tak patah arang. Ia mengajukan PK hingga keluar putusan teranyar, yakni September 2020.
Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro saat itu bilang, MA mengabulkan permohonan PK Anas pada Rabu (30/9/2020) siang. Majelis Hakim Agung PK yang menangani terdiri dari Sunarto sebagai Ketua majelis yang didampingi Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin (Hakim ad hoc Tipikor), masing-masing sebagai Hakim Anggota.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah dengan pidana denda Rp 300 juta, apabila tidak diganti maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ucap Andi Samsan Nganro.
Apakah Anas akan menyanggupi putusan MA terakhir, termasuk membayar uang pengganti hingga ratusan miliar? Pengacara Anas, Rio Ramabaskara mengaku, belum dapat memastikan. Sebab selama pandemi Covid-19, ia belum bisa membesuk kliennya. Karena ada pembatasan-pembatasan berkaitan dengan protokol kesehatan. Ia hanya menemui Anas, ketika ada sesuatu hal yang urgent atau mendesak saja.
“Saya usahakan minggu depan baru bisa koordinasi ke dalam. Selasa atau Rabu,” kata Rio, ketika dikonfirmasi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Dengan pihak keluarga Anas, Rio juga belum berkomunikasi. Menurutnya, keluarga baru akan ditemui setelah mendapat keputusan dari Anas.
“Keluarga kan bukan dalam kapasitas menentukan sikap. Kan dalam amar putusan, kalau enggak mampu, harus menjalani hukuman 2 tahun. Nah, apakah membayar atau menjalani hukuman?” pungkasnya. [SAR]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID