Atasi Pencemaran Lingkungan Menteri Siti Tegaskan Pentingnya Kolaborasi Pemangku Kepentingan –

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan perlu kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan dalam menyelesaikan wicked problems pencemaran, kerusakan lingkungan, dan perubahan iklim.

Masalah lingkungan yang juga dikenal sebagai disarticulated state, yaitu persoalan yang tidak terdifinisikan dengan jelas, karena didasarkan pada pendekatan tradisional dengan menggunakan pendekatan batas administrasi, geografis, dan kewenangan, yang tidak dapat membatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

“Oleh sebab itu, perlu kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah tersebut,” ujar Menteri Siti Nurbaya ketika membuka Rapat Kerja Tehnis (Rakernis) Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PKL) Kementerian LHK di Jakarta, Selasa (30/3).

Rakernis dengan tema “Indek Kualitas Lingkungan Hidup untuk Indonesia Maju” ini dihadiri sejumlah tokoh antara lain mantan Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, pakar gambut Azwar Maas, Ketua Gerakan Ciliwung Bersih Peni Susanti, dan praktisi/Ketua APHI Soewarso.

Menteri Siti menyebutkan ada empat prinsip umum agar kolaborasi berhasil. Pertama, adanya kemitraan untuk membangun hubungan kolaborasi melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan dan menyiratkan bahwa setiap anggota memiliki peran kunci dalam mencapai tujuan bersama.

Kedua, kesetaraan yang menyiratkan bahwa pemangku kepentingan sama pentingnya dengan yang lain, tetapi tidak berarti setiap pemangku kepentingan memiliki kesamaan dalam kewenangan, tanggung jawab dan tingkat pengetahuan. Ketiga, akuntabilitas adalah dasar untuk mengukur kinerja.

 

Dengan adanya akuntabilitas, pemangku kepentingan merasa perlu terlibat dalam pengambilan keputusan dan merasa bertanggung jawab dengan keputusan tersebut. Keempat, rasa memiliki yang menuntut semua pemangku kepentingan untuk berkontribusi dan berpartisipasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menteri Siti menyebutkan, rakernis selama dua hari ini merupakan salah satu sarana membangun kolaborasi untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan hidup.

Menurutnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan kolaborasi itu, karena IKLH dapat memberikan gambaran status kualitas lingkungan hidup dan proyeksinya dapat digunakan untuk menetapkan target upaya perbaikan lingkungan yang akan dilakukan bersama.

Tahun 2020 yang lalu pada saat Rakernis di Mataram, KLHK telah berbagi dengan provinsi dan kabupaten/kota baseline IKLH dan target IKLH pada setiap provinsi dan kabupaten/kota.

“Saya mendapat laporan bahwa semua provinsi telah memasukkan target IKLH dalam Rencana Pembangungan Jangka Menengah Daerah. Saya meminta semua kabupaten/kota juga memasukkan target ini dalam RPJMD Kabupaten/Kota,” papar Menteri Siti.

Ia menegaskan bahwa dirinya berterima kasih karena dari kolaborasi tersebut nilai IKLH Nasional naik 3,72 poin dari angka 66,5 di tahun 2019 menjadi 70,27, dan melampaui target RPJMN pada angka 68,71.

Beberapa catatan adalah, meskipun Nilai Indeks Kualitas Air meningkat sebesar 0,91 poin, namun nilai tersebut belum memenuhi target RPMJN yaitu pada angka 55,1, sehingga masih perlu upaya kerja keras semua pihak.

Sementara Indeks Kualitas Udara sudah mencapai target yang ditetapkan yaitu 84,30 dan mengalami peningkatan sebesar 0,65 poin dari tahun 2019.

Begitu juga Indeks Kualitas Air Laut yang baru diberlakukan tahun 2020 mencapai angka 68,94 dengan kategori baik dan memenuhi target RPJMN sebesar 58,6. Indeks Kualitas Lahan yang merupakan gabungan antara Indeks Tutupan Lahan dan Indeks Kualitas Ekosistem Gambut mengalami penurunan sebesar 1,26 poin yaitu dari 62,00 ke 60,74 dan capaian tersebut belum memenuhi target RPJM pada angka 61,90.

Dengan dukungan Kementerian Dalam Negeri, telah ada dorongan kepada jajaran Pemerintah Daerah, dan ternyata IKLH berkembang menjadi platform dalam membangun kolaborasi antarstrata pemerintahan, pusat-provinsi, dan kabupaten/kota.

“Saya meminta agar 6 Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) juga menjadi bagian dari kolaborasi ini, dapat menjadi fasilitator dan dapat menjadi pusat koordinasi dalam upaya membangun dan memperbaiki kualitas lingkungan pada skala ekoregion.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan juga perlu menyempurnakan konsep IKLH ini dengan mengadopsi model DPSIR (drivers, pressures, state, impact and response) untuk menggambarkan hubungan antara aspek sosial dan lingkungan,” katanya.

Dalam Rakernis ini juga dilakukan peluncuran dan bedah buku berjudul “MR Karliansyah, 30 Tahun Menekuni Pengendalian Pencemaran dari Amdal sampai Pemulihan Lingkungan” yang ditulis wartawan senior, Robert Ahdi KSP. Salah stau pembahas buku adalah mantan Menteri Lingkungan, Sarwono Kusumaatmadja. [MFA]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Generated by Feedzy