Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan, sebanyak satu juta pelanggan listrik akan terpasang smart meter pada tahun 2022.
Pemasangan ini merupakan bagian dari pembangunan jaringan tenaga listrik atau smart grid guna meningkatkan pengawasan, mutu, dan keandalan sistem kelistrikan.
Smart grid diyakni mampu membuat sistem tenaga listrik secara optimal dan efisien dengan memanfaatkan interaksi dua arah baik antara produsen listrik dengan konsumen.
“Ruang lingkup Smart Grid luas sekali. Mulai dari pembangkit dan automasi sistem transmisi, integrasi pembangkit terbarukan dan automasi sistem distribusi, hingga pemanfaatan dan pembangkitan mandiri,” ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Wanhar mengutip definisi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknoogi (BPPT) dalam Webinar Smart Grid, Selasa (9/2).
Keberadaan smart grid, sambung Wanhar, mampu membuat konsumen menjadi produsen. Misalnya, pelanggan yang memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di rumah dapat mengirim tenaga listrik ke sistem PT PLN (Persero) dan tetap bisa memakai listrik dari PLN.
Implementasi smart grid sendiri sudah dirintis oleh BPPT sejak tahun 2013 di Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan skala kecil (Smart Micro Grid).
Pembangunan tersebut merupakan hasil integrasi antara Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), PLTS dan baterai, serta Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20 kV.
“Sistem tenaga listrik di Sumba beroperasi secara otomatis sesuai program algoritma untuk menyuplai beban. Beban dasarnya 1.200 kW dengan beban puncak 2.100 kW,” ungkap Wanhar.
Sementara untuk komunikasi sistem dilakukan melalui Power Line Communication (PLC). Adapun automasi kontrol dan monitoring melalui Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) master station.
Untuk kestabilan variable renewable energy (VRE) yang sifatnya intermittent pada jaringan tersebut, disokong dengan dengan baterai (battery storage).
“Di Sumba, beban puncak dan beban dasar jaraknya sangat jauh. Ini mencerminkan bahwa bebannya masih didominasi oleh rumah tangga. PLTS digunakan siang hari sekitar 5 jam. Ini digunakan untuk mengecas baterai 500 kWh. Ketika beban puncak pada malam hari, baterai digunakan untuk menyuplai jaringan. Ini mengurangi beban PLTD. Ketika PLTS hilang dari sistem karena hujan atau mendung, bisa dengan cepat digantikan dengan PLTD yang dayanya cukup besar,” jelas Wanhar.
Selain di Sumba, smart grid juga diterapkan untuk demo plant di Baron Techno Park, Gunungkidul, Yogyakarta serta Floating PV (PLTS Terapung)-Battery PLTA Cirata.
Tak hanya dapat mengoptimalkan sistem tenaga listrik, Smart Grid juga dapat meningkatkan mutu dan keandalan tenaga listrik. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Perlindungan Konsumen Ketenagalistrikan Sugeng Prahoro dengan memproyeksikan satu juta pemasangan infrastruktur smart meter pada tahun 2022.
Sugeng perkirakan biaya investasi untuk menggatikan meter pascabayar senilai 10 triliun rupiah dalam jangka waktu 15 tahun.
“Pemasangan Smart Meter diutamakan untuk konsumen potensial dan wilayah yang layak dalam pembangunan infrastruktur AMI (Advanced Metering Infrastructure-red.). Pada tahun 2022, diproyeksikan telah terpasang meter AMI sebanyak 1 juta konsumen,” tutup Sugeng. [FIK]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID