1.019 Halaman Regulasi, Konsultasi Publik Hanya 3 Hari, Pelaku Usaha Kecewa Berat –

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kominfo tengah lakukan konsultasi publik tentang Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Penyelenggaraan Telekomunikasi Regulasi yang mengatur industri telekomunikasi ini terdiri dari 151 halaman dengan 242 pasal serta 19 lampiran petunjuk teknis. Konsultasi dimulai 25 hingga 28 Maret 2021.

Artinya, Kominfo menyuruh seluruh pelaku industri telekomunikasi membaca seluruh dokumen yang berjumlah 1019 halaman serta memberikan masukannya kurun waktu kurang dari 3 hari. Hal ini sungguh sangat disayangkan para pelaku industri telekomunikasi nasional. Sebagai regulator, Ditjen PPI Kominfo ini dinilai sangat tidak bijak.

CEO PT Alita Praya Mitra, Teguh Prasetya prihatin dan menyayangkan waktu yang sangat singkat dalam konsultasi RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi. Padahal substansi dan materi yang dibahas dalam regulasi telekomunikasi tersebut sangat banyak dan padat.

Teguh melihat konsultasi publik yang dilakukan Ditjen PPI Kominfo sekadar formalitas saja. Untuk menggugurkan kewajiban melakukan konsultasi publik seperti yang tertuang dalam UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Waktu 3 hari yang diberikan Kominfo untuk melakukan konsultasi publik RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi sangat tidak cukup. Kita baru dapat draft final. Ngapain dilakukan konsultasi publik kalau cuma 3 hari. Ngapain kita tanggapi regulasi yang hanya formalitas saja konsultasi publiknya,” ungkap Teguh dengan nada kecewa dalam keterangannya, Sabtu (27/3).

Menurut Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia ini, seharusnya pemerintah memberikan waktu cukup. Ini disebabkan pelaku usaha telekomunikasi butuh waktu untuk mempelajari, mengumpulkan data, serta memformulasikan masukannya. Masukan ini tak hanya dari pengurus IoT maupun pelaku usaha telekomunikasi. Tetapi juga dari seluruh anggota Asosiasi IoT Indonesia, ekosistem, serta pihak-pihak yang terkait.

“Mereka semua kan memiliki kepentingan, masukannya juga perlu dipertimbangkan Ditjen PPI. Kalau cuma tiga hari kami tak sanggup,” ujarnya.

Teguh memberikan ilustrasi, jika RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi terdiri dari 242 pasal, jika satu pasal di baca 5 menit, artinya untuk membaca 242 pasal dibutuhkan waktu 1210 menit. Itu belum untuk membaca 19 dokumen lampiran dan memahami esensi regulasi tersebut.

Setelah membaca regulasi dan memahami esensi regulasi, harus dicarikan korelasinya dengan regulasi dan kesesuaian market. Setelah itu baru meminta feedback dari industri terkait atau yang terdampak dari regulasi tersebut.

“Jika yang menerima feedback itu cepat merespon itu bagus. Setelah itu kita harus menyimpulkan seluruh feedback yang ada dan menulis sebagai masukan. Paling cepat 7 hari kerja kita bisa memberikan masukan tertulis ke pemerintah terhadap regulasi tersebut,” aku Teguh.

Sebelumnya Ditjen SDPPI Kominfo juga melakukan konsultasi publik tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Konsultasi terhadap RPM pengaturan frekuensi ini juga terbilang singkat dari 23 hingga 30 Maret 2021. Namun ini jauh lebih baik ketimbang RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi yang dilaksanakan hanya 3 hari.

Menurut Teguh, idealnya waktu yang dibutuhkan untuk konsultasi publik regulasi yang sangat kompleks dan rinci seperti RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi sekitar 30 hari kerja. Contohnya ketika Pemerintah melakukan konsultasi publik tentang Uji Standarisasi Nasional Indonesia, Kementrian Perindustrian melakukan dalam waktu 30 hari kerja.

“Regulasi Penyelenggaraan Telekomunikasi ini kan hampir sama kompleksitas dan karakteristiknya. Mereka mau mendengarkan seluruh stakeholder. Kalau dikasih waktu 30 hari itu cukup. Jika di bawah 30 hari kita harus kerja keras. Apalagi kalau cuma dikasih waktu 3 hari. Kami ucapkan terima kasih ke Ditjen PPI. Itu artinya RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi tak perlu direvisi dan tak perlu masukan kita,” sindir Teguh.

Teguh berharap Kominfo dapat memberikan waktu tambahan bagi konsultasi publik RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi. Tujuannya agar Kominfo dapat membuat regulasi yang optimal. Sehingga meminimalkan revisi dan potensi gugatan dari pelaku usaha telekomunikasi.

Jika regulasi yang dibuat baik, kata dia, maka akan menumbuhkan industri telekomunikasi Nasional. “Jika membuat regulasi yang tambal sulam seperti ini kasihan Presiden Jokowi dan industri telekomunikasi Nasional,” pungkasnya. [MRA]

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Generated by Feedzy